BARISAN.CO – HIV masih menjadi salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling serius di dunia. Kebanyakan orang percaya, virus penyebab AIDS ini muncul pertama kali di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo sekitar tahun 1920. Hingga di tahun 1980-an, tidak ada seorang pun yang mengetahui jumlah orang terinfeksi HIV/AIDS.
Februari 1987, WHO meluncurkan The Global Program on AIDS demi meningkatkan kesadaran, menghasilkan kebijakan berbasis bukti, memberikan dukungan teknis dan keuangan terhadap negara-negara, melakukan penelitian, mempromosikan LSM, serta mempromosikan hak-hak orang yang hidup dengan HIV.
WHO kemudian melaporkan, kasus HIV di bulan Desember tahun itu mencapai 71.751 dengan 47.022 kasus di antaranya terjadi di Amerika Serikat.
Setahun berselang, atau di tahun 1988, WHO mendeklarasikan 1 Desember sebagai Hari AIDS Sedunia pertama kali.
Menurut data UNAIDS, sekitar 37,6 juta orang di tahun 2020 hidup dengan HIV di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 35,9 jutanya orang dewasa sedangkan 1,7 juta lainnya anak-anak berusia kurang dari 15 tahun.
Tes HIV menjadi gerbang pencegahan HIV, pengobatan, perawatan, serta layanan dukungan. Pada tahun lalu, sekitar 84 persen ODHA secara global baru mengetahui status HIV-nya. Dan, masih ada 16 persen sisanya (6 juta orang) memerlukan akses ke layanan tes HIV.
Di tahun 2000, seperempat warga Afrika Selatan berusia antara 15 hingga 45 tahun dinyatakan positif HIV/AIDS. Di saat bersamaan, stigma silih-berganti menghampiri mereka yang terinfeksi.
Peran Nelson Mandela
Mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela mengambil langkah berani dalam melawan AIDS. Meski terlambat, sebab ia tidak melakukannya saat masih menjabat sebagai presiden, Mandela dengan gagah berani menetapkan agenda baru untuk perjuangan di masa depan dalam melawan HIV/AIDS.
Di tahun yang sama, pada Hari AIDS Sedunia, Mandela menegaskan negaranya sedang menghadapi bencana dengan proporsi yang tak terukur dari HIV/AIDS. Menurutnya, HIV/AIDS ialah musuh yang tak kasat mata, namun mengancam tatanan masyarakat di Afrika Selatan.
“Bersikaplah setia pada satu pasangan dan gunakan kondom. Berikan anak cinta, tawa, dan kedamaian, bukan AIDS” tegas Mandela.
Selain itu, Mandela dalam pidatonya tersebut menyampaikan orang-orang yang terinfeksi penyakit ini tidak menginginkan stigma melainkan cinta.
Mandela menambahkan negaranya harus mempromosikan penggunaan kondom, pengobatan dini, konseling dan obat-obatan agar dapat mengurangi penularan dari ibu ke anak.
Sayangnya, saat itu, pemerintah Afrika Selatan terlihat enggan mendanai obat antiretroviral bagi mereka yang hidup dengan HIV. Melihat sikap pemerintah, Mandela tetap pada pendiriannya untuk berjuang melawan HIV.
Mandela lantas mendirikan The Nelson Mandela Children’s Fund untuk membantu anak-anak dan keluarga yang terdampak HIV, Yayasan Nelson Mandela untuk mendanai penelitian HIV serta program antiretroviral bagi publik, dan menggalang dana HIV/AIDS melalui oraganisasi filantropi 46664 berupa sumbangan pribadi, konser, dan dukungan produk.
Bintang dunia seperti Beyonce turut serta mendukung kampanye tersebut dan konser bertabur bintang itu disaksikan oleh dua miliar pemirsa televisi di seluruh dunia. Uang yang terkumpul menjadi sumber pendanaan proyek penelitian dan memberikan dukungan praktis kepada warga Afrika Selatan dengan HIV/AIDS.
Tahun 2005, putranya, Makgatho L. Mandela yang berusia 57 tahun meninggal dunia di sebuah klinik di Johannesburg meninggal akibat AIDS. Mandela menekankan agar orang-orang menganggap HIV/AIDS seperti penyakit pada umumnya.