BARISAN.CO – Merebaknya jasa pinjaman online (pinjol) ilegal selama pandemi membawa petaka yang begitu menyengsarakan. Dengan bunga yang mencekik ditambah cara penagihan yang tidak wajar bahkan membuat beberapa orang mengakhiri hidupnya.
Ironi inilah yang kian hari semakin mengkawatirkan. Kemudahan akses mendapatkan dana segar di tengah himpitan biaya hidup membuat sebagian orang mengambil pinjaman melalui pinjol meski ilegal.
Dalam acara diskusi yang dilakukan secara hybrid oleh Barisan Emak-Emak Milenia pada Selasa (28/12/2021), Sexio Yuni Noor Sidqi S,H., MH. dari Sidqi & Sidqi Advocates mengatakan kasus bunuh diri akibat pinjol ilegal memang amat disayangkan dan harus menjadi kepedulian bersama.
Dalam pasal 6 UU No 21 Tahun 2011 tertulis tugas utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di antaranya melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Sehingga bagi Kiky sebenarnya ini dapat menjadi tanggung jawab OJK yang bukan hanya mengawasi pinjol legal saja. Hal itu disampaikan dengan merujuk UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK bahwa setiap bentuk pelanggaran fintech legal maupun ilegal seharusnya menjadi tanggung jawab OJK.
“Jadi, kalau OJK misalnya bersikap antisipatif dengan merilis data pinjol yang terindikasi ilegal secara mingguan atau bulanan agar masyarakat juga tahu,” kata Kiky, Selasa (28/12/2021).
Wakil Sekretaris Jenderal DPP AAI ini menambahkan pemerintah sebenarnya bisa berkomunikasi dengan lembaga penyedia seperti app store dan playstore khususnya aplikasi pembiayaan online untuk mencegah penyalahgunaan ke depannya.
Menurut Kiky, memang agak sulit untuk mengawasi langsung apabila ada yang membuat aplikasi, namun paling tidak, hal ini bisa menjadi langkah pencegahan. Dengan begitu, OJK sebagai lembaga keuangan dapat mengakses datanya bukan menunggu laporan dari masyarakat atau juga memonitor pinjol legal saja.
Kiky juga menyinggung amanat UUD 1945 pasal 34 yang menyebutkan fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Namun, hingga 76 tahun kemerdakaan, Indonesia belum sampai sejauh itu. Yang ada baru BPJS kesehatan dan berbaga subsidi dari pemerintah.
Kalau di negara lain tuna wisma dijamin dengan diberi rumah singgah, makanan, dan pakaian. Sedangkan di Indonesia, Kiky menilai tanggung jawabnya masih terbatas. Inilah yang pada akhirnya selayaknya menjadi tanggung jawab bersama.
“Jadi, kalau menggugat sih bisa saja. Hanya pada akhirnya, pemerintah bisa meng-kick back karena mengambil dari pinjol ilegal. Kadang kan pemerintah seperti itu,” lanjut Kiky.
Sehingga, Kiky menyarankan agar adanya langkah pencegahan agar OJK bisa mengakses data di aplikasi-aplikasi pembiayaan sebagai bentuk pengawasan.
“Memang tragis orang yang mengakhiri hidup dari pinjol ilegal. Jadi, dia merasa sebenarnya sudah dipermalukan, sanak saudaranya dan tetangga tahu,” tambah Kiky.
Kiky menuturkan sebelumnya pemerintah sudah menyatakan kalau pinjol ilegal tidak perlu bayar agar nantinya pemerintah melalui satgas atau kepolisian yang akan memprosesnya.
Kiky berharap agar Barisan Emak-Emak dapat empowering dengan membangun atau juga berkolaborasi dengan pihak koperasi syariah.
Hal itu bertujuan untuk mencegah semakin maraknya masyarakat yang terjebak dengan pinjol. Sebab, menurut Kiky, konsumen pinjol legal juga masih banyak yang mengeluh apalagi ilegal.