BARISAN.CO – Presiden Joko Widodo di tahun 2018 lalu sempat menyampaikan agar perbankan menyediakan student loan (pinjaman mahasiswa) bagi mahasiswa yang kurang mampu. Kini, wacana itu kembali menjadi buah bibir di media sosial belakangan ini.
Pada awalnya, penawaran student loan pertama kali terjadi di Amerika Serikat (AS) pada 1840 bagi mahasiswa yang kuliah di Universitas Harvard.
Kemudian, demi membantu sekolah menjadi lebih sukses, namun belum memiliki program student loan. Maka, dibentuk Departemen Pendidikan AS di tahun 1867.
Di bawah UU Pendidikan Pertahan Nasional, pinjaman pelajar federal pertama kalinya terjadi di AS agar dapat bersaing dengan negara lain seperti Uni Soviet. Siswa sekolah menengah yang berprestasi dalam matematika, sains, teknik, atau bahasa asing, atau juga mereka yang ingin menjadi guru mendapat tawaran berupa hibah, beasiswa, serta pinjam siswa.
Jika sebelumnya, pinjaman siswa di AS diberikan melalui lembaga swasta, sejak 1993, di bawah UU Reformasi Mahasiswa secara resmi mengimplementasikan program pinjaman langsung kepada peminjam student loan. Di tahun 2012, total pinjaman mahasiswa di AS lebih dari US$1 triliun.
Sedangkan tahun lalu, meningkat menjadi US$1,8 triliun. Di tahun itu, Presiden AS, Joe Biden mengumumkan pengucuran lebih dari US$11 miliar untuk pengampunan pinjaman siswa. Meski, tampak besar, namun pengampunan itu hanya mengurangi sekitar 1% dari seluruh utang mahasiswa yang belum terbayarkan.
Ratusan ribu peminjam kala itu mendapat manfaat, namun lebih dari 43 juta jiwa masih terlilit pinjaman mahasiswa federal AS.
Biden juga memperpanjang jeda pinjaman bagi mahasiswa federal hingga Mei tahun ini. Yang bisa diartikan positif oleh banyak kalangan karena pemerintah AS tampak memahami kesulitan yang dihadapi oleh peminjam.
Masalah Baru
Akan tetapi, sebenarnya student loan menjadi masalah besar yang menghinggapi warga AS. Sebab, mengutip LendEdu, 60 persen orang Amerika yang lulus kuliah dengan utang pelajar, rata-rata setiap peminjam berutang sebesar US$28.400.
Utang pelajar tersebut menempati posisi kedua di atas kartu kredit selama puncak Resesi Hebat di tahun 2016.
Dalam survei LendEdu menanyakan apa masalah besar yang menghinggapi oleh AS. Sebanyak 48,5 persen milenial menyebut krisis pinjaman mahasiswa masalah yang lebih besar daripada pemanasan global.
Sedangkan untuk pertanyaan kedua, LendEdu menemukan 69,7 persen milenial menganggap ancaman utang student loan lebih besar daripada Korea Utara. Dari survei tersebut menunjukkan betapa seriusnya persoalan pinjaman mahasiswa yang terjadi pada generasi milenial di AS.
Kerugian Student Loan
Student Loan memang memberikan kemungkinan untuk membayar biaya kuliah dan mendapat pekerjaan yang mapan setelah lulus sarjana. Namun, kenyataannya berdasarkan data BPS per Februari 2021, sarjana yang menganggur mencapai 1 juta orang.
Selain itu, ada berbagai kerugian yang terjadi dari pinjaman mahasiswa. Pertama, di AS, peminjam student loan bukan hanya membayar pokok utang, tetapi bunganya.
Di tahun 2018, kisaran bunga untuk pinjaman mahasiswa federal di sana berkisar 4,45 hingga 7 persen dan untuk pinjaman mahasiswa swasta mulai dari 11 hingga 15 persen.
Kedua, setelah lulus, mungkin Anda bermimpi untuk mendapatkan pekerjaan impian dengan berbagai tunjangan yang menggiurkan. Sayangnya, Anda mungkin mengalami kesulitan untuk menemukan pekerjaan yang sesuai. Itu berarti semakin lama menganggur, semakin lama juga Anda untuk melunasi utang tersebut.
Ketiga, melunasi pinjaman mahasiswa berarti menunda tujuan hidup lainnya. Dengan membayar tiap bulan tagihan itu, berarti si peminjam harus mengencangkan ikat pinggang.