Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Redaksi
×

Wadas dan Konflik Agraria yang Berulang

Sebarkan artikel ini

WADAS adalah wajah kita. Ia menjadi potret bagaimana mekanisme pembangunan berjalan. Pembangunan, dalam arena apapun, seharusnya merupakan jalan menuju kesejahteraan. Namun, pembangunan tidaklah seindah yang dibayangkan. Wadas hanya salah satu potret ketidakindahan itu, wajah konflik agraria yang berulang. Yang menjadi tantangan adalah mengapa konflik agraria selalu berulang dari waktu ke waktu?

Kita tidak bisa menafikan bahwa pembangunan adalah kebutuhan kita semua. Bagi sebagian pihak, pembangunan dimaknai sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan membutuhkan sarana dan prasarana infrastruktur, baik dalam skala kecil maupun besar. Pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi berbasis lahan, sering kali membutuhkan lahan dalam skala besar. Di titik inilah konflik agraria menjadi krusial.

Kebutuhan lahan skala besar untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi berbasis lahan tentu saja harus mengorbankan masyarakat dalam wilayah tertentu yang menjadi target pembangunan. Di titik ini pula dilema dalam proses pembangunan terjadi: mengorbankan kepentingan kelompok masyarakat tertentu untuk memenuhi kepentingan kelompok masyarakat lainnya yang lebih besar. Dalam konteks ini, masyarakat Wadas diminta keikhlasannya berkorban untuk kepentingan pembangunan yang lebih besar, yakni pembangunan Bendungan Bener yang akan melayani sebagian kepentingan di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Saat sebagian masyarakat Wadas menolak lahannya untuk ditambang, terjadilah konflik antara masyarakat Wadas dengan negara. Kekerasan pun—dalam berbagai bentuk—menjadi tidak terelakkan.

Sejarah Konflik Wadas

Wadas sebenarnya adalah sebuah desa yang aman, damai dan sejahtera. Sebagian masyarakatnya hidup dari pertanian dan perkebunan. Desa ini mempunyai keanekaragaman hayati tinggi. Sejumlah komoditas kehutanan dan perkebunan dihasilkan dari desa ini, termasuk sengon, jati, mahoni, kelapa, akasia, pisang, aren, kapulaga dan cengkeh. Komoditas pertanian juga tidak kurang diproduksi desa ini setiap tahun.

Namun, desa yang mempunyai luas 405.820 hektar ini ternyata menyimpan harta karun berupa batuan andesit. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa kandungan batuan andesit di Desa Wadas mencapai 40 juta meter kubik. Batuan andesit adalah suatu jenis batuan vulkanik entrusif berkomposisi menengah dengan tekstur afanitik hingga porfiritik. Batu andesit ini sangat bagus digunakan sebagai pondasi bangunan, agregat beton, ubin lantai dan dinding. Batuan ini mempunyai daya tahan kuat dan tahan lama.