Politisi Partai Hijau Jerman, Robert Habeck meramalkan jika negaranya berhenti menggunakan migas Rusia, maka berakibat pada pengangguran massal dan kemiskinan di Jerman.
BARISAN.CO – Rusia adalah negara pengekspor minyak terbesar di dunia. Menurut Badan Energi Internasional (IAE), negara itu berada di urutan kedua setelah Arab Saudi yang mengekspor sekitar 2,85 juta barel per hari melalui jalur laut dan pipa.
Tahun lalu, setidaknya, Eropa membeli sekitar 42 persen dari total minyak Rusia, Cina membeli 14 persennya dan 32 persen lainnya dikonsumsi untuk negaranya sendiri. Negara-negara yang membeli minyak dari Rusia, salahsatunya adalah Jerman.
Bukan hanya minyak, selama 50 tahun, Rusia juga mengekspor gas untuk rumah dan bisnis di Jerman. Kanselir Jerman, Olaf Scholz mengatakan, penolakan Jerman terhadap pelarangan impor gas dari Rusia mencerminkan ketergantungan yang begitu dalam terhadap negara penghasil sumber energi itu. Sekitar 50 persen gas di Jerman diperoleh dari Rusia. Pasar Jerman telah menjadi permata bagi industri gas Rusia. Menurut data bea cukai Rusia, Jerman menjadi pelanggan terbesar untuk semua ekspor gas pada tahun 2020.
Sedangkan, presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyer dalam sebuah penyataan menyampaikan, Uni Eropa harus merdeka dari minyak, batu bara, dan gas dari Rusia.
“Tidak bisa mengandalkan pemasok yang secara eksplisit mengancam kami,” kata Ursula pada Selasa (8/3/2022).
Dampak Buruk Jika Jerman Boikot Pasokan Migas Rusia
Namun demikian, Jerman memperingatkan, boikot terhadap pasokan migas Rusia bisa merugikan penduduknya sendiri, lebih dari yang akan dialami Vladimir Putin. Melansir Guardian, Menteri Ekonomi dan Energi Jerman, Robert Habeck menjelaskan pada Minggu kemarin bahwa peralihan segera akan mengurangi bahkan menghentikan pasokan energi di Jerman.
Politisi Partai Hijau Jerman itu meramalkan jika negaranya berhenti menggunakan migas Rusia, maka berakibat pada pengangguran massal, kemiskinan, orang-orang tidak dapat menghangatkan rumahnya, serta kehabisan bensin.
Robert menambahkan, pemerintahannya sedang bekerja keras memastikan Jerman akan mulai menghapus minyak Rusia pada akhir tahun, tetapi larangan jangka pendek terhadap gas Rusia tidak bisa dilakukan sekejap.
“Itu pahit, dan bukan hal yang baik secara moral, tetapi kita belum bisa melakukannya,” imbuh Robert.
AS mengumumkan larangan minyak Rusia pada Minggu lalu. Sedangkan Inggris akan menghapus impor minyak Rusia akhir tahun ini.
Dalam sebuah surat terbuka, sejumlah ilmuwan, penulis, dan aktivis di Jerman telah mendesak pemerintah agar berani mengambil langkah melepaskan diri dari energi Rusia. Partai Persatuan Demokrat Kristen Jerman juga mengusulkan penutupan pipa Nord Stream 1 sambil mengizinkan impor melalui rute lain.
Mencari sumber energi alternatif untuk solusi jangka pendek sulit dilakukan. Sementara, membangun pembangkit listrik tenaga angin dan surya baru akan memakan waktu yang cukup lama. Membangun terminal pelabuhan untuk gas alam cair (LNG), biasanya memakan waktu setidaknya lima tahun.
Saat ini, baru AS yang berani mengambil langkah memboikot sumber energi dari Rusia. Akan tetapi, itu bisa jadi karena AS bukan negara pengimpor terbesar. Negara Paman Sam itu hanya mengimpor sekitar 8 persen dari kebutuhan minyak mentahnya dari Rusia pada tahun lalu. Sehingga, Jerman yang bergantung dengan sumber energi Rusia akan mengalami kesulitan jika mengambil sikap seperti AS itu. [rif]