Scroll untuk baca artikel
Terkini

Fraksi PKB Semarang Meminta SK Penetapan Pembelajaran Lima Hari Dicabut

Redaksi
×

Fraksi PKB Semarang Meminta SK Penetapan Pembelajaran Lima Hari Dicabut

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Kota Semarang menyatakan menolak Surat Edaran (SE) Dinas Pendidikan Kota Semarang nomor B/7284/061.2/VI/2022 tertanggal 30 Juni 2022 dan meminta Surat Keputusan (SK) Nomor B/1-14816/420/XII/2022 tertanggal 14 Januari 2022 tentang Penetapan Program Pendidikan Karakter Pelaksana Pembelajaran Lima Hari dicabut.

Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Semarang H Sodri menyatakan, SE dan SK tersebut telah membawa dampak para murid sekolah di Kota Semarang tidak bisa mengikuti pendidikan agama di Madrasah Diniyyah (Madin) maupun Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) karena jam sekolah  mereka hingga sore hari.

Penolakan resmi Fraksi PKB melalui surat disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor Dinas Pendidikan Kota Semarang, Selasa, (19/7/2022).

RDP diikuti oleh pengurus Forum Komunikasi Diniyyah Takmiliyah (FKDT) Kota Semarang, Badan Koordinasi Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (Badko LPQ) Kota Semarang, Rabithah Maahid Isalimyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) Kota Semarang, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kota Semarang.

Hadir dalam acara tersebut, seluruh anggota Fraksi PKB DPRD Kota Semarang, para pejabat Dinas Pendidikan Kota Semarang, dan para wartawan.

“Kami telah menerima aspirasi dan mendapat bukti bahwa anak-anak sekolah banyak yang tidak bisa mengaji karena sistem sekolah lima hari. Maka SK dan SE dari Dinas Pendidikan tersebut harus dicabut,’ tutur Sodri didampingi anggota Fraksi PKB HM Rohaini, Gumilang Febriyansyah dan Juan Rama.

Dilanjutkan Sodri, dua surat Dinas Pendidikan tersebut memasak dasar hukum yang keliru alias cacat hukum. Yaitu berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017. Padahal, beber Sodri, Permendikbud tersebut telah dibatalkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

“SK dan SE Dinas Pendidikan tidak memakai Perpres, malah memakai  Permendikbud yang telah dibatalkan oleh Peraturan Presiden,” tutur Sodri.

Dilanjutkan Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Semarang HM Rohaini, Perpres 87/2017 khususnya Pasal 9 telah mengatur prioritas sekolah masuk enam hari. Apabila memakai sistem sekolah lima hari diatur dalam ayat Pasal 9 ayat 3.

“Perpres 87/2017 ayat 9 menekankan sekolah enam hari. Ayat satu menyebut enam hari di awal, baru kalimat lanjutan atau lima hari. Untuk bisa memilih sistem lima hari sebagaimana ayat 1, ada banyak syarat yang diatur dalam ayat 3 yang berisi empat point,” tutur anggota Komisi D DPRD yang membidangi Pendidikan ini.

Disebutkan Rohaini, empat point syarat boleh memilih sistem sekolah lima hari seminggu adalah; a) kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, b) ketersediaan sarana dan prasarana, c) kearifan lokal, d) pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah/Madrasah.

“Fakta di Kota Semarang, sekolah menyelenggarakan sistem lima hari seminggu, itu tidak memenuhi point c dan d. Melainkan hanya meminta pendapat para wali murid atau komite sekolah. Itu tentu tidak sesuai Peraturan Presiden nomor 87/2017,” terang Rohaini.

Ketua Badko LPQ Bahrul Fawaid dalam rapat tersebut menyampaikan, SE dan SK Dinas Pendidikan Kota Semarang telah membuat resah banyak siswa dan wali murid. Karena mayoritas SD di Kota Semarang telah dan hendak menerapkan sistem lima hari sekolah.

Bahkan menurutnya, surat tersebut dalam telah mengorbankan para santri LPQ dan Madin kehilangan kesempatan mengaji.

“Surat Dinas Pendidikan  itu mengatur jam kerja pegawai. Namun membawa dampak para siswa tidak bisa mengaji. Itu artinya, surat dari Dinas Pendidikan telah menghalangi atau mencabut hak anak belajar agama,” tutur Dosen Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang ini.