Kegiatan Kemah Owah menggandeng Tiamo Nature, Omah Owah, forum spiritual yang menggunakan pendekatan seni dan kebudayaan sebagai alternatif penyembuhan dengan tema Healing lan Waspada
BARISAN.CO – Ratusan orang dari berbagai latar belakang berkumpul dalam satu simpul. Tenda-tenda didirikan di atas punggung bukit yang menyajikan keindahan bentangan alam lereng merbabu. Kegiatan outdoor kontemplatif bertajuk “Kemah Owah” digelar di Hutan Pinus Tiamo.
Kegiatan ini menggandeng Tiamo Nature, Omah Owah, forum spiritual yang menggunakan pendekatan seni dan kebudayaan sebagai alternatif penyembuhan itu, menyuguhkan serangkaian kegiatan.
Adapun kegiatan tesebut seperti, Pertama kemah dua hari satu malam, dengan tujuan menyelaraskan gelombang dengan alam dan saling mengenal lebih dekat satu sama lain.
Kedua, tiga sesi meditasi, yaitu: Detoksifikasi (membuang racun-racun dan sampah pikiran), Interpolasi (mengisi pola-pola pikiran baru yang lebih produktif, kreatif dan inovatif), Manifestasi (pengaplikasian dalam kehidupan).
Ketiga, pertunjukan seni sebagai media healing dan ruang apresiatif serta upaya membangun supporting system bagi seniman-seniman lokal yang masih konsisten berkarya di jalur independen.
Selain ketiga rangkaian itu, peserta diajak untuk membaca ayat-ayat kehidupan yang tak tertulis melalui Ngaji Rasa, menghadirkan narasumber-narasumber yang telah banyak mencicipi asam garam kehidupan dan berpengalaman didunia pergerakan, antara lain: Ibob Susu (Pandai Api SeBUMI), Nicotiano Omerta (Pegiat Tembakau, RTAR: Republik Tjangklong Akar Rumput), Titi Permata (Seniman), Sigit Riwiyanto (Pengasuh yayasan Al Yatama), Sofyan Muhammad (Ketua Peradi Ungaran), Eric Darmawan (Ketua Salatiga Peduli).
Sebagai manifestasi cinta terhadap alam dan lingkungan juga sebagai simbol membangun kehidupan yang lebih baik, pada akhir kegiatan ini, peserta diajak bersama-sama untuk melakukan penanaman 500 bibit pohon.
Kegiatan yang telah berlangsung selama dua hari 15-16 Oktober lalu ini mengusung tema “Healing Lan Waspada” yang diadopsi dari sebuah aforisma jawa “eling lan waspada“.
Founder Omah Owah sekaligus penggagas Kemah Owah, Febriansyah Rifqi mengajak diri sendiri dan para peserta untuk tetap ingat dan waspada agar tak mudah terseret arus kehidupan dunia modern sehingga melupakan siapa sejatinya diri.
“Kalau kita mau memaknai falsafah itu secara utuh, seberuntungya orang yang lupa diri masih beruntung orang yang ingat dan waspada, artinya kalau ingin beruntung harus ingat hukum-hukum alam yang berlaku, jangan membuat kerusakan di bumi dan lebih aware dalam memandang kehidupan, mawas diri terhadap segala kemungkinan, terhadap tingkah laku dan perbuatan,” terang Febriansyah Rifqi kepada Barisan.co, Kamis (20/10/2022).
Febri menambahkan melalui kegiatan ini, semoga terbangun kesadaran kolektif bahwa kita dan alam itu terhubung, satu kesatuan. Sudah waktunya kita dengan keunikan dan potensi masing-masing bersinergi, berkolaborasi, bahu-membahu untuk membangun peradaban yang lebih selaras dengan alam.
“Daripada kita sibuk mengkritik pemerintah, lebih baik melakukakan sesuatu yang bisa kita lakukan untuk generasi yang akan datang,” terangnya.
Meditasi Detoksifikasi
Hutan Pinus Tiamo begitu cerah sore itu, tak seperti beberapa hari lalu. Sebelum terbenam matahari, acara di buka dengan sesi meditasi detoksifikasi, membuang sampah-sampah pikiran dan melepas mental block, kondisi psikologis yang dapat menghambat rejeki, karier bahkan jodoh.
Meditasi berjalan begitu khidmat. Kicau burung, semerbak wangi dupa, dan merdu bunyi seruling yang ditiup oleh flutis asal Semarang, Tahta manggala menambah kesan sakral kegiatan yang bernafas profan itu.
Setelah sesi meditasi pertama berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng sebagai simbol rasa syukur.
Add Percussion, group perkusi yang beranggotakan Andri Kroni, Den Bagas, Petra, Yopi Copet dan Fajar (Flute) mengawali pertunjukan dengan menampilkan komposisi teranyar mereka yang kemudian direspon secara spontan oleh tarian magis Soramata.
Dengan iringan musik perkusif, kabut tipis, bunyibunyian ambience dan didgeridoo yang meditatif. Dari balik kegelapan tarian itu muncul mengejutkan. Gerakan meliuk-liuk penari senior yang juga pegiat kebudayaan di Salatiga itu berhasil membius para peserta Kemah Owah #1.
Ditengah penampilan Soramata yang memukau, Dion Aji seniman tari asal Semarang seperti terpanggil untuk melebur dalam gerakan indah yang bermuatan doa itu. Dengan luwesnya, secara impulsif, penari jebolan ISI yang telah melalang buana sampai level internasional itu merespon gerak demi gerak yang ditampilkan oleh Soramata. Seperti dua orang yang sedang berdialog dalam gerakan.
“Tarian saya adalah doa bagi semua. Melalui gerak saya berdoa untuk hutan Tiamo agar tetap terjaga kelestarianya juga untuk kawan-kawan agar terus bergerak, bersinergi dan bertumbuh kesadarannya akan pentingnya merawat alam,” ucap Dion Aji dari Soramata ketika ditanya makna tarian yang ia tampilkan.
Lebih lanjut Dion Aji mengatakan saya tak punya rencana untuk menari berdua dengan Soramata sebelumnya, tetapi tarian Soramata seperti menggetarkan jiwa saya, saya sepontan saja tadi ikut melebur dalam tarian.
Pemandangan dua penari dalam satu panggung yang tak direncanakan itu menambah suasana hutan Tiamo menjadi lebih indah, malam itu. Tetapi keindahan tak berhenti disitu, Jerami, grup musik baru yang sedang dirintis oleh Eric Darmawan vocalis Sound Rebel, salah satu band reggae legendaris kota Salatiga, turut menampilkan karya terbarunya berjudul “Serat Bapa Tani” dan “Hitam Hijau”. Disusul penampilan Cat Lady White yang membawakan nomor reggae karyanya berjudul “Untuk Salatiga.”
Udara pegunungan yang dingin, gelak tawa, tepuk tangan yang nyaris selalu bersahutan sepanjang acara berjalan membuat kegiatan malam itu menjadi begitu cair dan hangat.
Johny Smoker, pendiri Salatiga Smokers, sebuah komunitas linting tembakau di Salatiga pada kesempatan itu juga turut menampilkan karya-karya lawas para sahabatnya semasa mengamen di Jalanan dulu. Panggung sederhana berkerangka bambu itu menjadi begitu mewah oleh kenangan masalalu.
Tiba giliran Febri. Sang empu hajat itu menampilkan “Nona Manis”. Peserta begitu antusias ikut menyanyikan single yang rilis tahun 2019 lalu itu. Bahkan, dipertengahan lagu, Ghani Rahman, mantan ketua Semarang Blues Community itu merespon dengan harmonikanya yang soulfull. dilanjutkan oleh penampilan Oniblu yang digawangi Ony (Gitar), Joejoe (Bass), Petra (Drum).
Beberapa peserta berjoget ria menikmati sajian-sajian musik blues yang dibawakan oleh trio blues asal Salatiga yang saat ini sedang mempersiapkan album kedua mereka.
“Dari sekian banyak panggung yang pernah kami taklukan, ini adalah panggung terbaik yang pernah ada. Disini beragam jenis manusia yang berbeda berkumpul dengan semangat perubahan yang sama,” Kata Ony, disambut tepuk tangan peserta.