Scroll untuk baca artikel
Terkini

RUU PPSK Mulai Dibahas DPR, Begini Tanggapan Perhimpunan BMT Indonesia

Redaksi
×

RUU PPSK Mulai Dibahas DPR, Begini Tanggapan Perhimpunan BMT Indonesia

Sebarkan artikel ini

Ade Rahman, Sekretaris Eksekutif Pusat di Asosiasi Perhimpunan BMT Indonesia menyampaikan, sebagaimana Pasal 33 UUD 1945, dari segi asas dan jati diri, koperasi itu identik dengan kekeluargaan.

BARISAN.CO – Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) alias Omnibus Law Keuangan telah mulai dibahas pemerintah dan DPR RI secara internal sejak Kamis (10/11/2022).

Ade Rahman, Sekretaris Eksekutif Pusat di Asosiasi Perhimpunan BMT Indonesia menyampaikan, sebagaimana Pasal 33 UUD 1945, dari segi asas dan jati diri, koperasi itu identik dengan kekeluargaan.

“Maka, berdirinya koperasi itu berdasarkan kesamaan pikiran, semangat kerja, dan untuk kesejahteraan bersama anggota sesuai dengan pasal itu,” kata Ade kepada Barisanco pada Kamis (17/11/2022).

Ade menjelaskan, proses pengawasan koperasi sebetulnya sudah melibatkan para anggota (self regulation), di mana evaluasi kinerja pengelolanya juga dengan divisi internal control hingga adanya pengawas dalam struktur pengurus.

“Sedangkan, dari pihak eksternal juga sudah ada petugas Dinas Koperasi dan UKM di setiap kabupaten, kota, provinsi, dan nasional. Hanya kita perlu dimaksimalkan pejabat/dinas yg berwenang.

Akan tetapi, Ade mengungkapkan, UUD Koperasi No. 25 Tahun 1992 juga masih perlu perbaikan khususnya yang menyangkut dengan pengawasan serta pejabat pengawas koperasi hanya formalitas yang datang di acara Rapat Anggota Tahunan (RAT) saja.

“Ditambah, dengan banyak kasus koperasi simpan pinjam besar yag beraset triliunan menjadi wanprestasi, pailit hingga PKPU, maka pemerintah melihat ada perlunya reformasi pengawasan koperasi, sehingga memasukkan poin-poin sebagai turunan Omnibus Law sebagai langkah mereformasi sektor keuangan mikro melalui RUU PPSK Pasal 191,192, 298,” terangnya.

Awal Juni lalu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki membeberkan, kerugian masyarakat dari delapan koperasi bermasalah sekitar Rp26 triliun. Delapan koperasi itu adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Intisejahtera, KSPPS Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia.

Dari perspektif lain, Ade menyayangkan, Kemenko UKM seolah-olah ingin melepaskan beban atau cuci tangan dari problem-problem koperasi.

Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai RUU PPSK cukup kontroversial. Dalam kegiatan penerimaan aspirasi dari Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) belum lama ini, anggota Komisi XI Fraksi PKS DPR RI, Anis Baryati menegaskan, tidak mungkin koperasi diawasi oleh sistem yang terbiasa mengawasi perbankan karena koperasi lebih banyak yang mikro.

Ade sependapat dengan pernyataan itu, Dia menerangkan, secara teknis kemungkinan koperasi kecil dari segi SDM akan mengalami kesulitan karena OJK rutin meminta data-data laporan sebagaimana kasus di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) di mana lembaga non bank harus menambah SDM khusus yang hanya mengurusi laporan OJK akibat banyaknya permintaan data dalam pengawasannya.

Namun begitu, Ade menyebut, ada sisi positif bagi Koperasi Simpan Pinjam/Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah/Unit Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSP/KSPPS/USPPS) akan menjadi lebih disiplin dan sigap dalam membuat laporan-laporan, yang bisa membuat organisasi koperasi lebih ke arah “good governance”.

Sebagai penggiat koperasi, Ade menyarankan enam poin yan perlu dilakukan untuk menjaga dan melindungi koperasi di tanah air. Mengingat, Bapak Pendiri Bangsa, Mohammad Hatta menyatakan, koperasi merupakan jawaban dalam menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat yang tidak stabil dan mengutamakan semangat kekeluargaan.

“Pertama, perkuat pengawasan dengan pejabat dinas/kementerian terkait. Kemudian, perlunya audit kinerja/assesment ke koperasi secara rutin,” ujarnya.