Sengkarut penyaluran kredit UMKM semakin memperlihatkan jarak yang kian melebar dari target akhir 2024, mengancam pertumbuhan ekonomi rakyat kecil dan upaya pemerintah dalam mendorong sektor usaha mikro untuk berkembang.
BARISAN.CO – Presiden Joko Widodo, dengan ambisi besar menargetkan agar kredit UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) mencapai porsi 30% dari total penyaluran kredit perbankan pada akhir 2024. Namun, pencapaian tersebut tampaknya semakin sulit terwujud.
UMKM memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbang hingga 97% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sehingga penting bagi pemerintah untuk memberikan dukungan penuh agar UMKM dapat terus berkembang di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Untuk mewujudkan target peningkatan kredit UMKM, pemerintah bersama otoritas moneter telah mendorong berbagai kebijakan.
Langkah ini bertujuan memastikan perbankan menyalurkan kredit kepada sektor UMKM secara maksimal, dengan target mencapai 30% dari total kredit perbankan pada Desember 2024.
Namun, hingga Juli 2024, data menunjukkan bahwa penyaluran kredit UMKM masih tertahan di angka 19,8%.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia, total kredit yang disalurkan ke sektor UMKM mencapai Rp1.474,136 miliar, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,28%.
Jika dibandingkan dengan Desember 2023, pertumbuhannya hanya sebesar 0,96%. Angka ini menunjukkan pencapaian yang masih jauh dari target.
Faktor utama yang menghambat laju kredit UMKM adalah ketidakstabilan ekonomi. Bank-bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit, mengingat risiko kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) di sektor UMKM yang terus meningkat.
Pada masa pandemi COVID-19, NPL UMKM mencapai 3,96%, sedangkan pada Juli 2024 angka tersebut naik menjadi 4,05%.
Tingginya NPL membuat perbankan semakin ketat dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking).
Fenomena ini menunjukkan bahwa penyaluran kredit UMKM masih terhambat oleh berbagai kendala. Untuk mencapai target 30%, diperlukan kebijakan yang lebih tegas dan efektif, tanpa mengorbankan kesehatan sektor perbankan.
Pemerintah dan otoritas terkait perlu segera mengambil langkah yang lebih proaktif untuk memastikan bahwa kredit UMKM bisa tersalurkan dengan optimal, sekaligus menjaga stabilitas ekonomi dan kesehatan industri perbankan di Indonesia. []