Scroll untuk baca artikel
Berita

CORE Indonesia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 2026 Stagnan, Industri dan Stabilitas Politik Jadi Kunci

×

CORE Indonesia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 2026 Stagnan, Industri dan Stabilitas Politik Jadi Kunci

Sebarkan artikel ini
Pertumbuhan Ekonomi 2026 Stagnan
Ilustrasi

CORE Indonesia menyebut kunci lompatan ekonomi ada pada industrialisasi dan stabilitas politik—bukan sekadar menunggu pemulihan global.

BARISAN.CO – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 berada di kisaran 4,9% hingga 5,1%, angka yang menunjukkan perekonomian tetap resilien namun tidak mengalami akselerasi yang berarti.

Proyeksi ini menjadi sinyal bahwa tantangan struktural masih kuat dan pemulihan ekonomi belum menunjukkan momentum signifikan.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai belum ada tanda-tanda optimisme yang menonjol untuk tahun depan. Bahkan kondisi ekonomi 2026 dinilai berpotensi lebih berat dibandingkan 2025.

“Net ekspor akan turun, tetapi akan ada kenaikan marginal di spending pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan investasi. Tapi, karena kenaikannya marginal, ini kemungkinan tidak bisa mengompensasi menyempitnya net ekspor,” jelas Faisal.

Kondisi ini terlihat dari melemahnya sejumlah indikator utama. Sektor konsumsi rumah tangga, misalnya, diperkirakan tidak lebih baik dibanding 2025.

Pertumbuhan kredit konsumsi terus menurun sejak Februari hingga Oktober 2025. Pada Februari, kredit konsumsi tumbuh 10,2%, namun merosot menjadi 6,9% pada Oktober secara tahunan.

Indikator konsumsi kelas menengah juga menunjukkan pelemahan, tercermin dari penjualan rumah tipe sedang yang terkontraksi -12%, dan rumah besar -23% pada triwulan III 2025.

Dari sisi investasi, aliran modal asing pada 2025 diperkirakan melambat dan berpotensi berlanjut pada 2026 jika tidak ada perbaikan kebijakan yang mampu mengembalikan kepercayaan investor.

Sepanjang triwulan I hingga III 2025, investasi asing tercatat menurun -1%, sementara investasi domestik justru tumbuh 30%.

Ketimpangan ini menunjukkan tekanan eksternal masih kuat, terutama dari ketidakpastian global dan dinamika politik regional maupun internasional.

Meski demikian, peluang untuk pertumbuhan lebih tinggi tetap ada. Ekonom senior Hendri Saparini menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan terobosan struktural agar keluar dari stagnasi pertumbuhan yang terlalu lama bertahan di angka sekitar 5%.

“PR kita adalah bahwa Indonesia tumbuh terlalu rendah dalam jangka lama, dan bahkan pertumbuhannya itu cenderung melambat,” ujarnya.

Menurut Hendri, solusi utama adalah mendorong industrialisasi yang inklusif, terutama memperkuat sektor manufaktur agar menjadi motor utama perekonomian.

Ia mencontohkan negara-negara yang sukses melompatkan ekonominya seperti Korea Selatan, yang mampu menjaga porsi industri manufaktur terhadap PDB dalam level tinggi secara konsisten.

“Kalau kita lihat lesson-learned dari banyak negara, ternyata negara yang bisa melakukan lompatan ekonomi seperti Korea Selatan mampu menjaga share industri manufaktur terhadap PDB di level yang sangat tinggi,” tambahnya.