Ahmad Syaikhu tak hanya menjanjikan perubahan, ia menghidupkan semangat solidaritas dan kebersamaan yang tercermin dalam setiap langkah kepemimpinannya
Oleh : Imam Trikarsohadi
(Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik)
DALAM beberapa pekan terakhir, saya berkesempatan mengikuti safari kepemimpinan Ahmad Syaikhu selaku Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut 3 berpasangan dengan Ilham Akbar Habibie. Setelah sebelumnya juga melakukan hal yang sama.
Makin terlibat intensif dan berkesempatan melihat detail tindak-tanduk Ahmad Syaikhu dengan berbagai kalangan masyarakat, kian kental kesimpulan bahwa kepemimpinan Ahmad Syaikhu adalah bagian yang tak terpisahkan dengan semangat syiar yang membumi dan menebar kesejukan.
Ia seperti Bapak yang siap melayani anak-anaknya dengan pelbagai hasrat, karakter dan tingkah pola yang beraneka rupa.
Saya kira inilah pola kepemimpinan yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang beradab. Dalam diri Syaikhu terbangun sinergitas aneka rupa energi positif dan kedalaman ilmu, sehingga terbangun pondasi kepemimpinan yang tumbuh atas dasar konsensus nilai-nilai kearifan lokal Jawa Barat.
Sinergitas kultur dan kearifan lokal dengan aktivitas kepemimpinan Ahmad Syaikhu nampaknya telah menjadi sebuah entitas yang tidak bisa dipisahkan.
Kepemimpinannya menyatu dengan nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial masyarakat Jawa Barat, maka langkahnya amat ringan memasuki aneka macam karakter masyarakat.
Tak ada yang dipertentangkan, semuanya bisa direlasikan atau bahkan diintegrasikan. Salah satu ciri kearifan lokal Ahmad Syaikkhu adalah memiliki tingkat solidaritas yang tinggi atas lingkungan yang ada.
Realitas ini mengingatkan saya pada teori Ashabiyat dari sosiolog Ibnu Khaldun, yang merupakan pengejawantahan dari teori harmoni ka al-jasad al-wahid dalam ajaran Islam, yang menggambarkan kelaziman saling melindungi dan mengembangkan potensi serta saling mengisi dan membantu di antara sesama.
Melalui teori harmoni ka al-jasad al-wahid dimisalkan kehidupan komunitas muslim itu dengan ka al-bunyan yasuddu ba’duha ba’dla bagaikan sebuah bangunan, yang antara elemen bangunan yang satu dengan yang lainnya saling memperkokoh memperkuat Teori ‘Ashabiyat solidaritas kelompok dan konsep ta’âwun al-ihsan itu didasarkan atas pemikiran ajaran Islam, yang di dalamnya terkandung norma akidah dan syari’at.
Ibnu Taimiyyah menyatakan agama Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama. Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan kata Imamah.
Sedangkan kata yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin dalam Islam ada delapan istilah, yaitu; Imam dalam Surat al-Baqarah 124. Khalifah pada al-Baqarah: 30. Malik, al-Fatihah : 4, Wali pada al-A’raf : 3. ‘Amir dan Ra’in, Sultan, Rais, dan Ulil ‘amri.
Imam dan khalifah dua istilah yang digunakan Alquran untuk menunjuk pemimpin. Kata imam diambil dari kata amma-ya’ummu, yang berarti menuju, dan meneladani. Kata khalifah berakar dari kata khalafa yang pada mulanya berarti “di belakang”.
Kata khalifah sering diartikan “pengganti” karena yang menggantikan selalu berada di belakang, atau datang sesudah yang digantikannya.
Ringkasnya, dengan apa yang saya saksikan dan apa yang dirasakan warga yang disambangi Ahmad Syaikhu, maka biasa disimpulkan bahwa calon Gubernur Jaw Barat ini adalah sosok yang punya karakter motivasi tinggi untuk menjadi pemimpin yang baik dan itu tampak dalam tingkah laku yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.
Amanah kepemimpinan bagi Ahmad Syaikhu, merupakan suatu panggilan yang sangat mulia dan perintah dari Allah yang menempatkan dirinya sebagai makhluk pilihan, sehingga tumbuh dalam dirinya kehati-hatian, menghargai waktu, hemat, produktif, dan memperlebar sifat kasih sayang sesama manusia.