BARISAN.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi Undang-Undang Narkotika yang salah satunya mengenai ganja untuk medis. Penolakan itu merupakan hasil rapat permusyawaratan hakim oleh sembilan hakim MK, yang disampaikan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan hari ini.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyampaikan tidak bisa membenarkan keinginan para pemohon terkait penggunaan narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan atau terapi.
“Amar Putusan, mengadili, Satu, menyatakan permohonan pemohon 5 dan pemohon 6 tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya yang diputus dalam rapat permusyawaratan hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi,” ujar Anwar dalam YouTube Mahkamah Konstitusi, Rabu (20/7/2022).
Seperti diketahui, sejumlah negara seperti Argentina, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Yunani, Israel, Italia, Belanda, hingga Thailand, Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh menekankan poin tersebut tidak bisa menjadi landasan ganja medis ikut legal di Tanah Air.
Di sisi lain, Hakim MK Suhartoyo, tidak menutup kemungkinan adanya perubahan kebijakan terkait penggunaan ganja medis untuk terapi. Dalam hal ini, MK menilai pengkajian bisa lebih dulu dilakukan DPR sebagai pembentuk Undang-Undang.
“Bahwa oleh karena setiap jenis golongan narkotika memiliki dampak yang berbeda-beda, khususnya dalam hal tingkat ketergantungan, maka di dalam menentukan jenis-jenis narkotika yang ditetapkan ke dalam suatu jenis narkotika dibutuhkan metode ilmiah yang sangat ketat,” jelas dia.
“Dengan demikian, terkait dengan adanya keinginan untuk menggeser atau mengubah pemanfaatan jenis narkotika dari dari golongan satu ke yang lain tidak dapat sederhana dilakukan,” sambung Suhartoyo.
Ia melanjutkan, fakta banyaknya pasien yang membutuhkan ganja untuk pelayanan medis di Indonesia tidak mengesampingkan risiko yang kemudian muncul.
“Akibat besar yang ditimbulkan apabila tidak ada kesiapan, khususnya terkait dengan struktur dan budaya hukum masyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia,” tutur dia.
“Terlebih berkenaan dengan pemanfaatan jenis narkotika golongan I termasuk dalam kategori narkotika dengan dampak ketergantungan yang tinggi,” pesan dia.
Sebagai informasi, gugatan terhadap aturan penggunaan ganja medis dilayangkan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Naflah Murhayanti. Mereka adalah ibu dari penderita “celebral palsy”. Selain itu, lembaga independen yakni ICJR dan LBH Masyarakat turut menjadi pihak yang melayangkan gugatan di dalamnya.
Para penggugat meminta MK untuk mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis. Mereka juga meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) Inkonstitusional. Pasal itu berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan.
Dalam sidang putusan hari ini, MK menilai lembaga tidak berwenang mengadili materi yang dimohonkan, karena merupakan bagian dari kebijakan terbuka DPR dan pemerintah. Terutama, untuk mengkaji apakah benar ganja bisa digunakan sebagai terapi medis. [rif]