Pada akhir tahun lalu, relawan ANIES diganggu oleh sekelompok orang yang diduga pendukung Ganjar Pranowo. Saat itu, mobil terparkir tepat di depan lokasi acara deklarasi dengan spanduk putih bertuliskan #TetapGanjar.
Namun, kini, Joko mengaku hal seperti itu terjadi. Dia menjelaskan, kejadian seperti itu hanya persoalan klasik relawan karena setelah itu sudah tidak masalah yang terjadi.
“Saya sudah keliling kemarin untuk melakukan forum konsolidasi di Banyumas, kalau di Dapil itu cukup banyak bahkan kita batasi karena sumber daya yang kita miliki. Untuk sementara konsolidasi ini kita batasi sekian orang tiap kabupaten/kota,” ungkapnya.
Saking antusiasnya, saat ingin pulang, Joko dan rombongan dijegat karena orang-orang ingin berdiskusi.
Saat ini, DPW ANIES Jateng berfokus untuk memperkenalkan Anies Baswedan, terkhusus sosoknya. Sedangkan, untuk organisasinya sedang dalam tahap penguatan kelembagaan.
“Persoalan yang selalu dihadapi relawan adalah muncul di udara, tapi di bawah dia tidak punya persneling. Ini yang akan kita gerakkan, jadi kita pelan, tapi harus sampai karena itu yang akan menjadi ujung tombak kita untuk menjelaskan dan menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang Anies,” jelasnya.
Relawan ANIES ditekankan untuk menyampaikan informasi tentang Anies tanpa membandingkan dengan siapa pun. Dalam hal itu, saat ada yang ‘terlalu mengagung-agungkan’ akan langsung direm.
Sejak Pilpres 2014, politik identitas telah terjadi di Indonesia yang membuat masyarakat terpecah. Oleh karena itu, relawan ANIES tidak akan mengidentikkan Anies dengan kelompok agama tertentu untuk menghindari politik identitas terulang pada Pilpres 2024 mendatang.
Joko mengingatkan, agar partai politik segera mendeklarasikan bakal calon presiden dan wakil presiden yang bakal diusung supaya agar tidak bersamaan dengan pendaftaran calon. Dia berpesan, setelah masa jabatan Anies Baswedan selesai, partai politik segera bergerak.
“Nanti partai juga akan kerepotan karena hanya punya waktu sedikit. Ini yang dirugikan juga masyarakat karena mereka harus punya waktu yang cukup panjang untuk mengenali siapa kandidat itu, bagaimana kandidat, track recordnya seperti apa,” sambungnya.
Joko menyampaikan, jika bersamaan dengan pendaftaran calon yakni 75 hari terakhir sebelum pemungutan suara, itu sama saja meminta masyarakat memilih kucing dalam karung.
“Karena tidak semua dengar namanya dan track recordnya. Ini khususnya masyarakat di desa,” tegasnya.
Joko meyakini, masyarakat saat ini sudah tidak bisa dibohongi dengan janji manis. Sekali pun media sosial menyampaikan berita bohong, kebenaran akan selalu diketahui mereka.