Scroll untuk baca artikel
Blog

Anies Lengser, PSI Cari Mangsa Baru

Redaksi
×

Anies Lengser, PSI Cari Mangsa Baru

Sebarkan artikel ini

SATIRE yang berkembang di masyarakat bahwa tugas utama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah mengkritik dan merisak Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, ada benarnya juga. Setelah Anies lengser, kini PSI seolah lesu darah. Sulit menjangkau headline di media arus utama.

Artinya dengan mengkritik Anies maka PSI mendapat asupan popularitas dan elektabilitas. Anies dirisak justru yang mendapat untung PSI. Kasarnya, ketiban untung dengan cara mem-bully- orang lain. Sungguh ironis. Tapi itulah politik.

Untungnya Anies, bukan pejabat yang baperan, mudah tersinggung apalagi antikritik. Semua tuduhan selalu direspons dengan senyuman. Padahal kalau niat, sudah berapa puluh orang yang bisa diadukan ke polisi.

Justru sikap Anies seperti ini menjadikan oposan di Jakarta dan para pengkritiknya semakin frustrasi. Sulit memancing Anies untuk marah. Uniknya, para pengikutnya seperti simpatisan dan juga relawannya juga tidak juga terpancing. Mereka justru sibuk berkordinasi dan berkolaborasi sampai ke daerah-daerah menyosialisasikan prestasi Anies dengan menggandeng partai pendukung.

Semakin sulitlah kini PSI untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya. Partai yang digawangi anak-anak muda tetapi miskin gagasan, narasi dan aksi semakin terpuruk. Apalagi setelah para pentolan utamanya seperti Sunny Tanuwidjaya, Surya Tjandra, Tsmara Amany dan terbaru Michael Sianipar, tidak hanya menggundurkan diri dari struktur partai tetapi juga langsung membuang kartu keanggotaannya.

Watak PSI sebagai partai perisak sepertinya sulit untuk ditanggalkan. Ini juga yang membuat murka sejumlah netizen.

Setelah Anies lengser kini sasaran perisakan PSI adalah Walikota Depok Muhammad Idris. Kota Depok termasuk yang seksi untuk menjadi sasaran kritik karena memang kota ini berdekatan dengan Jakarta dan masuk dalam covering media nasional. Ini yang sangat disukai PSI.

Sasaran empuk PSI misalnya soal polemik SDN Pondok Cina 1 di Jalan Margonda. Sekolah ini secara fisik dan letak tidak layak. Bangunan sudah tua dan juga berada di pinggir jalan yang bising, juga membahayakan anak-anak ketika menyeberang jalan.

Pemkot kemudian memerger sekolah — yang disebut favorit tersebut — dengan dua sekolah lain yang berdekatan.

Pemkot kemudian berencana menggunakan lahan tersebut untuk dibangun masjid raya dengan bantuan dana dari Provinsi Jawa Barat. Wacana ini menjadi sasaran empuk para pengkritik dengan narasi yang dipaksakan. Apalagi soal isu agama menjadi makanan empuk PSI yang selalu mengusung tuduhan intoleran.

Narasi pun berkembang seolah Pemkot Depok lebih mementingkan masjid daripada mengurus pendidikan. Depok pun dianggap tidak ramah anak.

Padahal, Pemkot Depok sudah berpengalaman dalam memerger sekolah dasar. Misalnya dua sekolah di Jalan Pemuda yang menjadi episentrum ‘Belanda Depok’ sukses digabung dan tidak ada gejolak. Malah kini bangunannya sangat representatif dan bertingkat.

Dugaan adanya politisasi sangat masuk akal. Apalagi Ketum PSI Haji Giring sampai datang ke SDN Pondok Pondok Cina 1. Dengan segala macam komentarnya. Namun, justru netizen malah membuli Giring daripada memujinya.

Kecuali koleganya sesama kader PSI seperti Guntur Romli yang terus berkomentar lewat cuitan di Twitter-nya. Guntur menarasikan Depok sebagai wilayah yang dikuasai salah satu partai sangat anti dengan keragaman.

Para pengkritik di Depok ini memang kebanyakan malas saat Pilkada untuk datang ke TPS. Akibatnya yang menang selalu kader Partai Keadilan Sejahtera karena kader dan simpatisannya solid dan rajin datang mencoblos. Sementara mereka yang selama ini lantang berteriak sangat malas ketika ada perhelatan Pilkada.