Jalan-jalan ke Cikini
Naik busway dari Kebon Sirih
Mari kita ke Taman Ismail Marzuki
Menikmati seni bermutu tinggi.
AKAN tercatat dalam sejarah, Jakarta Propertindo (Jakpro), badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun atau merevitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat. Artinya Jakpro tidak lagi sebatas perusahaan infrastruktur biasa seperti yang hanya ‘tukang’ bangun gedung pencakar langit, jembatan, stadion, sirkuit atau jalan tol tetapi naik kelas menjadi korporasi yang juga telah memberikan sumbangaih dalam peradaban yaitu kebudayaan tinggi.
Ya, TIM yang kini terus dibenahi Jakpro atas inisiatif Gubernur Anies Baswedan telah mendekati rampung. Dan, pantun penutup sambutan Anies dalam acara Bulan Seni Rupa 2022 di TIM, Jumat (17/6/2022), menjadi penanda awal aktivitas kebudayaan di TIM yang terhenti dan kurang bergairah sejak lama karena Kompleks TIM kurang representatif dan sangat kumuh lantaran tak tersentuh pemimpin DKI karena sibuk mengurus pertumbuhan ekonomi.
Para pemimpin Jakarta selama ini abai dengan pembangunan seni dan kebudayaan sehingga kejayaan TIM pada era 70-an sampai 90-an tak pernah dirasakan lagi. Bahkan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin yang menyimpan harta karun sastra Indonesia di kawasan TIM sempat dibuat sekarat pada zaman Gubernur Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
TIM pada mulanya adalah barometer seni dan budaya bermutu tinggi yang dimiliki Indonesia. Pentas di TIM adalah sebuah pengakuan. Ketika kelompok teater sudah tampil di TIM, maka stempel langsung melekat pada kelompok mereka. Karena itu mereka berbondong-bondong untuk datang ke Jakarta. Tentu ada yang menang dan ada juga yang jadi pecundang.
Anies berinisiatif mengembalikan kejayaan TIM yang pernah dicatat dalam sejarah peradaban Indonesia. Anies meyakini, inisiatif tidak harus datang dari seniman melainkan sejatinya datang dari para penguasa yang punya kewenangan, pengelola duit dan tanda tangannya masih sakti.
Toh, sebelumnya juga TIM dibangun bukan oleh seorang seniman tetapi seorang serdadu dan gubernur keras kepala Ali Sadikin. Kenapa seorang Ali Sadikin yang tak mengenal seni dan teater dan mungkin hanya kenal Wayang Golek, bisa tergerak untuk membangun sebuah gedung kesenian?
Mungkin saja TIM saat itu tidak akan terwujud bila Ali Sadikin tak memiliki pembisik seniman cum sastrawan seperti Ramadhan KH, Ilen Surianegara dan Ajip Rosidi. Ketiga seniman dan budayawan Bandung itulah yang membisikkan kepada Ali Sadikin agar Jakarta memiliki tempat yang menampung para seniman untuk berkarya.