Scroll untuk baca artikel
Blog

Antara Kesadaran Sosial dan Regulasi yang Memihak Masyarakat

Redaksi
×

Antara Kesadaran Sosial dan Regulasi yang Memihak Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Memihak masyarakat maksudnya aturan dan kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah setempat dibuat atas dasar pertimbangan kebutuhan masyarakat, melibatkan warga serta komunitas. Apa yang terjadi dengan dampak dari kesulitan masyarakat secara ekonomi akibat pandemi Covid-19 dalam aktivitas berusaha seperti “pasar kaget” bahwa antara kesadaran sosial masyarakat dengan kebijakan pemerintah kota seakan tidak ‘menyambung’.

Kepatuhan atas regulasi atau aturan penggunaan jalan umum untuk aktivitas ekonomi tidak berlaku. Kontrol aparat atas ketertiban dan kenyamanan pengguna jalanpun dapat dikatakan tidak ada. Akhirnya semua berlangsung sporadis, setiap orang bebas menggelar dagangannya di mana saja sesukanya.  Tidak peduli beberapa jam setelah itu kerumunan mengular, menyumbat akses pengendara jalan.

Paling tidak, menurut saya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghubungkan kesadaran sosial masyarakat dengan regulasi pemerintah untuk menerapkan aturan:

Pertama, memperkuat tacit awareness masyarakat melalui edukasi tentang peraturan dan kebijakan pemerintah kota dalam hal ketertiban umum. Di sisi lain komunikasi dan kolaborasi antar pihak juga harus terbangun, seperti komunikasi dan kolaborasi satuan polisi pamong praja dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan komunitas pelaku bisnis, pelaku UMKM dan masyarakat umum yang memerlukan fasilitas umum dalam menjalankan usaha mereka.

Kedua, pemerintah seharusnya memiliki sistem kontrol kerja yang baik dan berorientasi kepada nilai-nilai profesionalisme dan integritas. Dalam bentuk facet awareness, kesadaran sosial masyarakat tentang peraturan, regulasi pemakaian jalan atau fasilitas umum, harus dapat dipandang secara proporsional.  

Pengaturan dalam penggunaan fasilitas umum untuk aktivitas masyarakat diletakkan pada tempatnya. Tentu fakta bahwa kerumunan dari kegiatan jual beli yang menggunakan bahu jalan, bahkan hingga badan jalan jelas akan mengganggu pengguna jalan.

Dengan fakta itu, aparatur yang terkait dengan kebijakan alokasi para pencari nafkah tersebut perlu membuat kebijakan yang rasional dan tetap memihak demi keberlangsungan perekonomian di level menengah ke bawah. Misalnya pengalokasian area usaha kecil dan menengah tersentral di satu tempat.

Meskipun dalam bentuk “pasar kaget”. Penggunaan jalan utama tanpa aturan seperti pengaturan area ‘car free day” misalnya, akan menimbulkan kesemrawutan, pungli, dan tentu di masa pandemi ini amat mengkhawatirkan.

Ketiga, kontrol sosial dan konsistensi aparat dalam menjalankan regulasipun memengaruhi terciptanya kesadaran sosial dalam bentuk awareness content. Yaitu, jika saja apa yang harus dipahami masyarakat tentang ketertiban umum (penggunaan area publik untuk berkegiatan ekonomi) diketahui secara komprehensif, disosialisasikan dengan baik, dikawal, diawasi secara kontinyu, serta dilakukan dengan pola yang persuasif, akan membuat permasalahan kesemrawutan  jalan oleh pedagang kaki lima, “pasar kaget” atau hal-hal lain yang dilakukan dengan mengabaikan hak pengguna jalan lain, akan mudah dicarikan solusinya secara baik pula.