KENAPA lembaga survei getol menyurvei tingkat kepuasan kepada Presiden Jokowi. Apa manfaatnya untuk publik?
Pertanyaan yang tidak perlu dan tidak penting sebenarnya. Namun, walaupun tidak penting sangat relevan untuk ditulis. Siapa tahu suatu saat berguna.
Dari survei yang paling mutakhir saja yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) misalnya tingkat kepuasaan kepada Jokowi mencapai 76,7 persen.
Selanjutnya Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA juga mencatat tingkat kepuasaan kepada Jokowi 74,2 persen.
Saya tidak mempermasalahkan soal metodologi dan segala rekayasa ilmu komputasi dalam menyigi tingkat kepuasan tersebut. Biarkanlah itu menjadi ranah para ilmuwan yang menjadi ahlinya.
Yang pasti, saya tidak merasa gembira atau senang dengan angka atau persentase kepuasan yang di atas 70 persen tersebut.
Bagi orang awam seperti saya itu hanyalah angka. Sebaliknya bagi politikus angka tersebut mungkin dapat dikapitalisasi menjadi popularitas dan elektabilitas.
Dan, bagi saya yang penting adalah bagaimana menyelamatkan atau memberikan ‘hiburan’ kepada kelompok sekira 30 persen yang bingung, tidak tahu dan juga mereka yang tidak puas.
Bagi saya dan mungkin siapa saja yang sering menggunakan angkutan umum dan keluar dari stasiun kereta dan shelter TransJakarta, di luar sana semakin banyak saja pengamen, pengemis dan juga badut di jalanan.
Bagi saya itulah ukuran ketidakpuasan yang nyata. Mereka ini yang tidak punya akses bersuara dan mendapatkan keadilan dalam bidang ekonomi.
Itu tidak sepenuhnya kesalahan mereka tetapi juga banyak dari andil pemerintah. Banyak dari mereka menganggur atau menjadi pengamen justru membantu ekonomi keluarga.
Karena kalau kita lihat yang ngamen itu justru banyak anak usia sekolah dan juga ibu-ibu rumah tangga.
Sepanjang Jalan Raya Citayam, Kota Depok, sekarang ini semakin banyak saja pedagang kaki lima. Lima tahun lalu para pedagang yang ditemukan umumnya hanya pedagang pecel lele, pedagang soto, mi ayam atau bakso. Tetapi sekarang semakin banyak pedagang kopi keliling dan pedagang sosis bakar. Mereka umumnya ibu-ibu rumah tangga.
Itu adalah tanda ekonomi rumah tangga lagi buruk. Kalau ibu-ibu rumah tangga sudah terjun ke pinggir jalan untuk berjualan bagi saya itu pertanda ekonomi keluarga lagi bermasalah.
Kalau mereka ditanya langsung apakah mereka puas dengan Jokowi? Saya pastikan mereka bilang tidak puas. Kalau menjawab puas jawabannya, kemungkinannya dua: bohong atau mereka pendukung fanatik Jokowi.
Jadi bagi saya sekali lagi tingkat kepuasan presiden Jokowi itu tidaklah penting. Bagi saya yang penting adalah bagaimana kelompok yang tidak puas sebanyak 30 persen ikut menjadi puas.
Ketika hasil survei itu sampai ke meja Presiden Jokowi seharusnya yang pertama kali dibahas bukan angka 70 persen ke atas melainkan mempertanyakan kelompok 30 persen tersebut.
Kenapa mereka tidak puas? Kenapa mereka tidak berpendapat? Kenapa mereka abstain? Terus apa solusinya?
Itu saja. Jadi, tingkat kepuasan tidak penting dan tulisan ini pun tidak penting. [rif]