Scroll untuk baca artikel
Kolom

APBNKita: Transparansi APBN dan Kepentingan Publik

Redaksi
×

APBNKita: Transparansi APBN dan Kepentingan Publik

Sebarkan artikel ini
Transparansi APBN dan Kepentingan Publik
Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

Selain itu, penundaan rilis APBNKita juga dapat berpengaruh terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah.

Jika investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan yield (imbal hasil) obligasi. Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran.

Apakah Ini Mengindikasikan Masalah Fiskal yang Lebih Besar?

Jika keterlambatan rilis APBNKita benar-benar disebabkan oleh kondisi penerimaan negara yang memburuk, maka Indonesia mungkin sedang menghadapi tantangan fiskal yang lebih serius dari yang diperkirakan.

Pada 2024, realisasi penerimaan negara memang mengalami tekanan akibat kebijakan fiskal ekspansif yang bertujuan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan menurunnya harga komoditas utama, kebijakan ini bisa berisiko memperlebar defisit anggaran di luar target yang telah ditetapkan.

Selain itu, belanja negara yang terus meningkat juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.

Dengan pemilu yang baru saja berlangsung, kemungkinan adanya tekanan politik untuk meningkatkan belanja sosial dan infrastruktur cukup besar.

Jika penerimaan negara tidak tumbuh sesuai ekspektasi, maka defisit APBN bisa semakin melebar, yang pada akhirnya memaksa pemerintah untuk meningkatkan utang atau mengurangi belanja yang bersifat produktif.

Kekhawatiran Jika Kemenkeu Tidak Segera Merilis APBNKita

Ketidakpastian yang ditimbulkan akibat lambatnya rilis APBNKita dapat menimbulkan sejumlah kekhawatiran yang cukup serius.

Pertama, kurangnya transparansi dapat memicu spekulasi negatif di pasar. Tanpa informasi yang jelas, berbagai rumor dan asumsi bisa berkembang, yang berpotensi memperburuk persepsi terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Kedua, kredibilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara bisa dipertanyakan. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki manajemen fiskal yang cukup baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Namun, jika transparansi mulai dikorbankan, maka kredibilitas ini bisa tergerus dan berdampak negatif terhadap daya tarik investasi.

Ketiga, ketidakpastian dalam kebijakan fiskal dapat mengganggu perencanaan sektor swasta.

Banyak perusahaan yang menjadikan data APBN sebagai acuan dalam menyusun strategi bisnis mereka, terutama yang berkaitan dengan investasi dan ekspansi.

Jika data tersebut tidak tersedia, maka perusahaan mungkin akan bersikap lebih konservatif dalam pengambilan keputusan bisnis, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.