Seperti diketahui, Nurcholish Madjid adalah pendiri dan sekaligus sebagai Universitas Paramadina yang pertama. Komarudin Hidayat adalah ketua umum Yayasan Paramadina. Ada juga tokoh sahabat Cak Nur, yaitu Sudirman Said yang sempat menjadi pejabat rektor Universitas Paramadina setelah Cak Nur wafat. Dari sini hubungan Arifin Panigoro dengan Paramadina begitu dekat, bahkan dengan murid-murid Cak Nur, seperti Komarudin Hidayat, Didik Rachbini, Fachry Ali, dan lainnya.
Hal kedua yang sangat penting adalah ketika Anies Baswedan menjadi Rektor Universitas Paramadina, satu lantai dari gedung energy didedikasikan untuk Paramadina Graduate School (PGS). Universitas Paramadina kemudian boleh berbangga mempunyai kampus di SCBD, daerah yang sangat keren. Tentu semua civitas akademika Universitas Paramadina sangat berterima kasih atas kebaikan hatinya.
Teman semua Golongan
Saya selalu ingat adalah rumah di Jalan Jenggala 1, yang menjadi rumah aktivis dan tempat berkumpul para aktivis, seniman dan orang-orang yang suka demokrasi dan pergerakan. Teman-teman dan tokoh-tokoh sering berkumpul di sini, seperti Heri Akhmadi, Komarudin Hidayat, Faisal Basri, Garin Nugroho, Eros Jarot, Sri Mulyani, ilmuwan Jepang Prof Takashi Shiraishi dan lebih banyak lagi yang tidak bisa disebut. Banyak sekali tokoh sudah tidak terhitung berkumpul cukup sering dan rutin di rumah yang asri tersebut. Bukan sekedar makan malam, tetapi berbincang politik dan keadaan negeri, yang sebenarnya merupakan kepedulian dan kecintaan Arifin Panigoro terh
adap banga dan tanah air. Di dalam politik saya menilai Arifin Panigoro adalah pendobrak dan tidak suka terhadap status quo. Masuk ke dalam politik sebagai anggota DPR 2004-2009 sebagai ketua fraksi PDIP dimana saya juga menjadi ketua komisi VI DPR RI.
Tetapi tidak puas dengan keadaan partai yang tidak berubah, korup dan penuh intrik, maka muncul ide untuk membentuk partai baru bersama kawan-kawan seperjuangannya, Laksama Sukardi, Mintohardjo, Noviantika Nasoetion, dkk. Tidak betah di satu tempat jika banyak masalah sebenarnya merupakan kritik dan aksi kongkrit tidak suka terhadap apa yang dihadapinya. [Luk]