“Ga pernah kebayang, kota tempat kerjanya terbebani oleh budaya car-centric yang dibangun developer dan pemerintah daerah lain,” imbuhnya.
Kedua, soal perumahan dan permukiman yang layak dan terjangkau. Dalam konteks RDTR 2022 yang baru dipresentasikan, Pemprov DKI Jakarta memberikan ruang untuk warga membangun rumah 4 lantai dan multi family.
“Sebelumnya, yang bisa bangun rumah susun di RDTR 2014 itu cuma developer yang punya tanah 5.000-10.000 meter persegi, cuma developer kaya yang bisa bangun rumah susun di Jakarta. Sekarang lewat RDTR yang baru Pemprov DKI Jakarta itu ngedorong warga yang mau berdaya sama-sama, berhimpun bikin koperasi, bikin perkumpulan kita bangun hunian 4 lantai untuk kita kelola sama-sama secara kolektif,” tegasnya.
Pada 10 hingga 20 tahun mendatang, Angga memperkirakan, flat yang ada di Eropa juga ada di Jakarta.
“Berlomba-lombalah yang temannya punya tanah lebar, bikin koperasi, terus bikin hunian 4 lantai supaya kesehatan mental lebih bagus dan commuting hours-nya lebih efektif dan efisien. Selama di radius transportasi publik itu dibolehkan untuk memanfaatkan kedekatan sama transportasi, jadi semoga orang-orang yang terjebak di sub-urban karena promosi hunian murah developer itu bisa balik lagi ke Jakarta untuk tinggal di flat-flat yang dekat dengan transportasi publik,” ungkapnya.
Berdasarkan survei Kompas, 96 persen penduduknya tercover dengan transportasi publik.
“Jakarta sudah mulai. Kalau yang tinggal di kota-kota dengan masalah sama, dorong pemerintah kotanya untuk bangun transportasi publik yang baik dan benar dan yang terisolasi dari transportasi publik, dorong developernya untuk kasih ruang transportasi publik di dalam. Bukan ngebuka Transjakarta masuk sana dengan Transjabodetabek, tapi mobilitas di dalamnya juga harus terhubung sama transportasi publik,” tuturnya.
Angga menyimpulkan, bukan hanya working hours, tapi commuting hours juga penting.
“Kalau working hours bertambah, perusahaannya baik dan bertanggung jawab akan menambahkan penghasilan. Tapi, kalau commuting time bertambah, pemerintahnya ga beres dan ga mikirin serta industrial market juga ga mikirin, cost-nya yang tanggung pekerja bukan pemerintah atau perusahaan,” pungkasnya.
Sehingga, Angga berpendapat, masalah yang tak kalah penting saat ini adalah pemerintah harus mengurangi commuting time melalui melalui kebijakan, inisiatif masyarakat sipil, dan masyarakat.