Scroll untuk baca artikel
Terkini

Banyaknya Kasus Femisida, Perempuan Semakin Rentan Jadi Korban Pembunuhan

Redaksi
×

Banyaknya Kasus Femisida, Perempuan Semakin Rentan Jadi Korban Pembunuhan

Sebarkan artikel ini

Rumah bukanlah tempat aman bagi banyak perempuan.

BARISAN.CO – Femisida adalah bentuk paling ekstrem dari kekerasan berbasis gender (KBG). Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, dari 81.000 perempuan dan anak perempuan yang sengaja dibunuh, sekitar 56 persennya atau 45.000-nya meninggal di tangan pasangan intim atau anggota keluarga lainnya pada tahun 2021.

Disebutkan juga, 11 persen dari semua pembunuhan itu dilakukan di ranah pribadi, yang ini menyiratkan rumah bukanlah tempat aman bagi banyak perempuan dan anak perempuan.

Berdasarkan pantauan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) dari pemberitaan media massa daring, jumlah femisida sepanjang tahun 2021 sebanyak 237 kasus. Dari temuan itu terungkap, pelakunya adalah suami (34 orang), pacar (21 orang), tetangga (18 orang), istri siri (8 orang), selingkuhan (5 orang), serta pekerja seks (pedila; perempuan yang dilacurkan).

Motif terbanyak yaitu dendam/sakit hati (30,4 persen), pemerkosaan (14,9 persen), cemburu (14,3 persen), dan pencurian (12,5 persen). Motif lainnya, seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, menolak hubungan seksual, didesak menikah, cinta ditolak, dan menolak rujuk.

Jika dibandingkan tahun sebelumnya, Catatan Tahunan yang dirilis pada Maret 2021 oleh Komnas Perempuan justru memperlihatkan, angka itu meningkat. Di tahun 2020, terdapat 97 kasus femisida yang tersebar di 25 provinsi, dengan lima provinsi tertinggi, yaitu Jawa Barat (14 kasus), Jawa Timur (10 kasus), Sulawesi Selatan (10 kasus), Sumatera Selatan (8 kasus), dan Sumatera Utara (7 kasus).

Pada tahun 2020, mayoritas femisida dilakukan dengan cara memukul (27 kasus), menusuk (19 kasus), dicekik (18 kasus), ditebas di bagian kepala (6 kasus), dan dijerat (4 kasus). Selain itu, Komnas Perempuan menambahkan, selain pola sadistis tersebut, femisida menimpa perempuan yang tengah hamil, korban pemerkosaan, dan mayatnya dibiarkan dalam kondisi telanjang.

Februari lalu saja, seorang suami membunuh istri sirinya karena motif cemburu di penginapan di daerah Jakarta Timur. Sementara, masih di bulan yang sama, suami yang terbakar cemburu di Sumenep membunuh istrinya dengan cara menghanyutkan korban ke laut dan di tepi pantai.

Istilah femisida sendiri pertama kali dipopulerkan oleh feminis dan aktivis, Diana Russel. Menurut Diana, istilah tersebut harus digunakan untuk menggambarkan motif misoginis di balik sebagian besar pembunuhan serta menjadi alat yang berguna untuk meningkatkan kampanye melawan kekerasan laki-laki yang mematikan.

Di bawah patriarki, banyak dampak yang tak terhitung banyaknya pada hubungan gender, termasuk peran dan stereotip yang mendasari kekerasan gender. Oleh karenya, perlu ada upaya untuk mengakhiri femisida untuk mencegahnya, seperti mengadvokasi hak asasi manusia bagi semua perempuan dan anak perempuan, meningkatkan deteksi dini dari kekerasan pasangan intim yang parah, menerapkan program untuk memutus siklus kekerasan dan pelecehan antar generasi, dan lain-lain.