Scroll untuk baca artikel
Terkini

Belajar dari Film A Hero, Masyarakat Tak Butuh Figur atau Sikap Kepahlawanan

Redaksi
×

Belajar dari Film A Hero, Masyarakat Tak Butuh Figur atau Sikap Kepahlawanan

Sebarkan artikel ini

Dan pada akhir cerita, Rahim harus menanggung akibat dari kebohongan itu. Akibat pedih yang tak setimpal dengan “dosa” yang ia lakukan.

Rahim memang berbohong dan telah melakukan kesalahan. Sesekali, manusia berbohong. Dalam titik tertentu, berbohong adalah perilaku manusiawi. Kebaikan kecil yang dilakukan Rahim juga mestinya adalah hal wajar belaka. Berbuat baik adalah kewajiban setiap orang bila ada kesempatan.

Namun, apa yang dihadapi Rahim lantas memberi perenungan pada penulis: masyarakat, media, lembaga filantrofi dapat berlaku sangat jahat karena mengeksploitasi orang-orang papa. Mereka, dengan segala sumber dayanya, dapat mendramatisir setiap hal yang dilakukan orang-orang tak berdaya sehingga mereka menanggung beban di luar kemampuannya.

Eksploitasi tidak selalu dilakukan dengan pemberian cap negatif, tapi bisa dengan melabelkan stempel positif berlebihan pada hal-hal yang seharusnya disikapi secara wajar. Seperti yang dihadapi Rahim.

Kasus yang dihadapi Rahim lantas mengingatkan penulis dengan kasus yang pernah dialami Afi Nihaya Faradisa. Penulis muda yang kini berkuliah di Jogja itu pernah menanggung beban menjadi “pahlawan” saat masih duduk di bangku SMA. Tulisan yang ia unggah di Facebook viral tanpa aba-aba dan belakangan ketahuan plagiat. Ia lantas mendapat perundungan karena perilakunya itu.

Plagiasi tentu merupakan kesalahan. Itu satu hal. Namun, apa yang masyarakat harapkan dengan memfigurkan siswi SMA?

Dan, kembali ke A Hero, mengapa harus Rahim yang menanggung beban berat menjadi pahlawan? Sedemikian kurangnya kah kehadiran figur dalam masyarakat kita?

Atau barangkali, bukan pahlawan yang kita butuhkan. Mungkin apa yang dikatakan Dr. Rieux, tokoh fiktif karangan Albert Camus dalam novelnya Sampar, lebih layak disimak. Bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kita tak butuh heroisme. Kita lebih butuh common decency (kepatutan umum).

Common decency dapat berupa macam-macam: pemadam kebakaran membantu masyarakat, pemimpin membuat kebijakan logis, polisi menegakkan hukum, dokter mengobati pasien, penemu dompet di jalan mengembalikannya ke pemilik atau melaporkannya ke pihak berwajib. Biarkan setiap orang menjalankan tugasnya masing-masing, tanpa perlu dikurang-kurangi atau dilebih-lebihkan.

Lagipula, pahlawan dan sikap kepahlawanan hanya datang sesekali. Sementara hidup terus berjalan setiap hari dan ia harus terus diisi oleh kepatutan-kepatutan umum. Dengan itu, dunia mungkin bakal jadi lebih baik.

A Hero gubahan Asghar Farhadi ini sangat menarik. Ia patut ditunggu publikasi luasnya pada Januari 2022 mendatang. [rif]