BARISAN.CO – Beberapa hari belakangan, jagat maya dihebohkan dengan pengakuan seorang korban pelecehan seksual. Nama penyiar, komedian, sekaligus YouTuber Gofar Hilman terseret dalam pengakuan tersebut.
Dalam cuitan tersebut, sang gadis mengaku pernah menjadi salah satu korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Gofar Hilman sekitar tiga tahun yang lalu, tepatnya 2018 silam. Hal yang membuat gadis ini kecewa yaitu beberapa orang pada saat di lokasi bukannya menolong, tetapi malah menertawakannya.
Lantas apa yang membuat gadis ini speak up di twitter? Speak up ini menjadi salah satu tahap penting yang wajib dilakukan bagi korban pelecehan seksual. Speak up dinilai bisa menjadi proses penyembuhan korban.
Selain itu, speak up diibaratkan sebagai kekuatan tambahan yang perlu dimiliki oleh korban. Pada saat berani berbicara, si korban akan mendapatkan bantuan profesional untuk keluar dari traumanya.
Di saat korban berani untuk speak up maka dirinya merasa tidak lagi sendirian, banyak yang mendukung, mengurangi rasa ketakutan atau trauma mendalam. Akan tetapi, tidak semua korban pelecehan seksual berani untuk speak up atau berbicara.
Bahkan beberapa dari korban masih membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menghapus rasa traumanya. Seperti dalam kasus dugaan pelecehan yang diduga dilakukan oleh Gofar Hilman ini, sejatinya dugaan pelecehan tersebut telah berlangsung beberapa tahun silam.
Namun, tampaknya korban membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kemudian berani berbicara. Pada saat 2018 si korban lebih memilih diam dan memendam rasa traumanya sendirian, akan tetapi justru itu membuat si korban semakin merasa ketakutan.
Secara harfiah, ‘speak up’ artinya bersuara, berujar dengan lantang. Nah, tahap ini lah yang sulit dilakukan oleh si korban pelecehan seksual. Dalam speak up, korban harus kembali mengulang atau menceritakan kisah pahitnya pada saat pelecehan seksual terjadi.
Tidak hanya itu, ternyata masih banyaknya budaya yang menyalahkan si korban hingga tidak ada ruang aman bagi mereka berbicara dan ini menjadi salah satu penghambat korban untuk speak up di depan umum. Beberapa dari korban juga masih mendapat ancaman dari para pelaku sehingga membuat korban tidak berani speak up.
Yang jelas, siapa pun tidak bisa memaksa korban untuk segera membuat pengakuan atau melaporkan kejadian tersebut ke pihak yang berwajib. Mungkin si korban bisa memulainya dengan berbicara ke orang terdekat, misalnya orang tua, kakak, saudara, dan sahabat. [rif]