PEMERINTAH dari mulai Presiden hingga menterinya selalu menarasikan bahwa ekonomi dunia pada 2023 diprediksi bakal gelap, pekat, gonjang-ganjing dan ungkapan hiperbola lainnya. Laporan terbaru disampaikan Badan Intelijen Negara (BIN).
Narasi yang diproduksi Pemerintah dan diviralkan media massa kemudian ditimpali media sosial tersebut sedikit banyak mempengaruhi psikologis masyarakat, mungkin juga pelaku usaha.
Sudah tahu ekonomi bakal gelap maka pengusaha terutama yang menengah bisa jadi malah menahan investasi. Uang malah ditabung sehingga tidak membuka lapangan kerja dan duit yang beredar di masyarakat semakin terbatas. Ini pemahaman ekonomi yang paling sederhana!
Tujuan Pemerintah mungkin baik, agar masyarakat waspada atas kemungkinan terburuk. (Kita kesampingkan tujuan jelek dari Pemerintah). Sehingga bila prediksi itu menjadi kenyataan masyarakat tidak kaget dan dapat melakukan kewaspadaan dini, penghematan, serta penyelamatan diri. Karena memang dunia tidak sedang baik-baik saja.
Naam, tetapi kondisi itu tidak harus disikapi secara berlebihan sehingga masyarakat menjadi resah. Atau kalau memang memiliki niat baik minimal kondisi ‘normal’ paling minimal tidak diganggu.
Pemerintah sudah tahu dan mengakui kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat belum sepenuhnya pulih pasca Pandemi Covid-19. Tapi ya jangan membuat kebijakan yang justru membuat masyarakat panik.
Sebelumnya ada wacana kenaikan tarif kereta komuter. Namun setelah diprotes masyarakat, dipendam lagi dengan alasan masih dikaji. Kalau belum final ya jangan diumbar dan membuat masyarakat paniklah. Pejabat digaji pajak rakyat (mungkin juga utang luar negeri) tugasnya bukan untuk menyengsarakan tetapi menyejahterakan rakyat!
Kemudian belakangan muncul juga Perppu Omnibuslaw yang banyak merugikan buruh. Banyak aturan yang dikorting dan lebih memihak investor. Diimbuhi lagi rencana Pemerintah membatasi peredaran gas 3 kilogram. Dengan alasan tidak tepat sasaran maka pembeli gas melon tersebut harus antre bawa kartu identitas (KTP).
Ini adalah penghinaan kepada rakyat. Rakyat seperti tukang beli barang pakai kupon. Kok jadi mirip di negara Afrika seperti antre makanan. Padahal mau orang dianggap mampu atau pun miskin pasca pandemi mengalami kondisi ekonomi yang sama.
Di sisi lain Pemerintah sangat bangga dengan nilai ekspor Indonesia yang tumbuh dan surplus perdangan dengan beberapa negara. Tapi anehnya, subsidi untuk masyarakat malah dikurangi. Kalau dalam istilah analis Rocky Gerung, janganlah Pemerintah ini berbisnis dengan rakyatnya.
Kalau tidak bisa memberikan kemakmuran paling tidak hiburlah rakyat yang sedang susah dengan harapan. Jangan umbar ‘kemewahan’ infrastruktur walaupun baru sekadar gambar dan maket. Pun jangan cekoki rakyat dengan pencapaian statistik yang absurd.
Statistik hanya indah saat presentasi sementara kelaparan tak bisa diselesaikan dengan angka tetapi dengan kebijakan, bekerpihakan, kepedulian dan empati.
Laporan BIN
BIN belum lama ini melaporkan ada ancaman global pada 2023 yang perlu diwaspadai berdasarkan foresight intelijen, analisa big data, dan counterpart intelijen dunia.
“Berdasarkan foresight (tinjauan masa depan) dari intelijen dunia, tahun 2023 ini akan menjadi tahun yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Istilah intelijen disebut dengan winter is coming,” jelas kata Kepala BIN Jenderal Polisi (Pur) Budi Gunawan dikutip, Jumat (20/1/2023).
Potensi ancaman ini tidak hanya kemungkinan terjadi di belahan dunia lain tetapi juga bisa menjangkau Indonesia. Dan tidak hanya di kota-kota tetapi juga sampai ke perdesaan.
Perang Rusia dan Ukraina banyak yang memprediksi masih akan berlangsung lama dan melibatkan sejumlah negara. Kemungkinan akan diperparah dengan munculnya potensi penggunaan senjata nuklir dalam skala yang terbatas.
Sejauh ini perang kedua negara tersebut telah mengganggu rantai pasok dunia dalam bidang energi, pangan, pupuk dan juga berdampak pada perubahan iklim.
Sejumlah negara Eropa yang semula akan menutup pembangkit listrik tenaga nuklir dan batu batubara terpaksa mengurungkan niatnya. Tungku batubara kembali menyala dan dampaknya terhadap perubahan iklim akan semakin parah karena pasokan gas dari Rusia tersendat.
Belum lagi ketegangan yang terus meningkat di Indofasifik tepatnya di Selat Taiwan. Konflik ini akan terus mengganggu pasokan logistik dunia bila tidak segera diselesaikan.
Terkait pangan, BIN mendapat laporan per Januari 2023, Indonesia menjadi negara net importir komoditas pangan khususnya gandum, kedelai, beras, daging, dan bawang putih.
Ancaman lainnya PHK besar-besaran dan angka pengangguran yang tinggi.
Menyikapi kondisi tersebut seharusnya BIN tidak hanya meminta pemerintah daerah menyikapinya tetapi juga mendesak pemerintah pusat bertindak. Bila ancamannya sudah bisa diidentifikasi maka seharusnya pemerintah lebih berpihak pada pelaku UMKM dan juga pertanian.
Genjot produksi pertanian yang bisa dilakukan masyarakat dalam waktu cepat khusus untuk pangan utama seperti beras, jagung, kedelai, ubi dan juga sayuran. Berikan insentif.
Atau segera kampanyekan kepada masyarakat terutama di perdesaan untuk beralih menanam pangan lain. Contohnya sekarang Kementerian Pertanian tengah menggalakkan penanaman Sorgum. Tanaman pangan masa depan yang mudah ditanam dalam kondisi lahan ekstrem sekalipun.
Jadikan industri dari hulu hingga hilir. Apalagi tanaman Sorgum ini dapat dimanfaatkan seluruh bagiannya dari bulir, daun dan batangnya.
Bulirnya bisa digunakan pengganti nasi dan tepung serta batangnya untuk pakan ternak, biomassa, gula merah, sirop juga bioenergi.
Pemerintah bilang dunia akan suram. Agar Indonesia tidak ikut-ikutan suram dan gelap maka ubah kebijakan Pemerintah secara radikal. Paling tidak untuk sementara. Berpihaklah pada UMKM dan petani.
Hentikan sementara proyek yang terus membebani APBN tetapi tidak berdampak langsung pada kebutuhan hidup mendesak seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, kereta cepat Jakarta-Bandung, bandara di Bali Utara. Alihkan sementara dananya untuk menggenjot kebutuhan pokok dan energi nasional.
Sekali lagi, itu semua hanya butuh kebijakan radikal dari Pemerintah. [rif]