Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Bisakah Indonesia Memutus Hubungan Dagang dengan Israel?

Redaksi
×

Bisakah Indonesia Memutus Hubungan Dagang dengan Israel?

Sebarkan artikel ini
hubungan dagang indonesia dan israel
Ilustrasi/Barisan.co

Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun ekspor dan impor tetap berjalan dengan nilai miliaran rupiah.

BARISAN.CO – Boikot terhadap produk yang berafiliasi dengan Israel menjadi bentuk solidaritas masyarakat Indonesia atas tragedi kemanusiaan di Palestina. Namun, di balik semangat boikot tersebut, masih terdapat ironi yang patut dicermati: Indonesia masih menjalin hubungan dagang dengan Israel, meskipun secara resmi tidak memiliki hubungan diplomatik.

Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai gerakan boikot terhadap merek global yang diduga mendukung Israel semakin masif.

McDonald’s, Coca-Cola, dan Nestlé menjadi sasaran utama kampanye boikot ini. Pada tahun 2022, McDonald’s meraup pendapatan sebesar US$23,18 miliar, dengan Amerika Serikat sebagai penyumbang pendapatan tertinggi sebesar US$9,42 miliar.

Coca-Cola Company mencatat pendapatan US$43 miliar, dengan lebih dari 36 persen berasal dari Amerika Utara. Sementara itu, Nestlé meraih pendapatan sekitar 94,9 miliar CHF, dengan pangsa pasar terbesar di Amerika Utara dan Amerika Selatan.

Gerakan boikot ini memang memberikan tekanan moral dan ekonomi, tetapi pertanyaannya adalah: apakah boikot ini cukup untuk menghentikan agresi Israel?

Sebagian ekonom berpendapat bahwa boikot perlu dibarengi dengan kebijakan tegas dari pemerintah, salah satunya dengan menghentikan perdagangan langsung antara Indonesia dan Israel.

Hubungan Dagang Indonesia-Israel: Data dan Realitas

Berdasarkan data COMTRADE PBB, nilai impor Indonesia dari Israel sepanjang tahun 2022 mencapai US$37,94 juta. Beberapa komoditas utama yang diimpor dari Israel meliputi:

  1. Peralatan listrik dan elektronik (US$13,80 juta)
  2. Produk farmasi (US$8,98 juta)
  3. Peralatan makan dari logam tidak mulia (US$4,67 juta)
  4. Peralatan optik, foto, teknis, medis (US$3,23 juta)
  5. Mesin, reaktor nuklir, boiler (US$2,76 juta)
  6. Produk kimia lain-lain (US$1,54 juta)
  7. Pesawat terbang dan pesawat ruang angkasa (US$1,25 juta)
  8. Plastik (US$474 ribu)

Sementara itu, nilai ekspor Indonesia ke Israel jauh lebih besar, yaitu mencapai US$185,6 juta pada tahun 2022, meningkat 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Komoditas ekspor utama ke Israel adalah minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), dengan volume ekspor mencapai 22.000 ton pada Januari 2022.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Israel pada periode Januari-Oktober 2023 mencapai US$140,57 juta, jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor ke Palestina yang hanya sebesar US$2,37 juta.

Dari sisi impor, pada Januari-September 2023, Indonesia mengimpor barang dari Israel senilai US$14,4 juta, dengan komoditas utama berupa mesin peralatan mekanik dan bagian-bagiannya.

Indonesia selama ini menegaskan sikap pro-Palestina dalam berbagai forum internasional. Namun, hubungan dagang dengan Israel tetap berjalan dalam skema business to business.

Ini menimbulkan dilema: di satu sisi, pemerintah ingin menunjukkan dukungan kepada Palestina, tetapi di sisi lain, penghentian perdagangan dengan Israel bisa berdampak pada perekonomian nasional, mengingat nilai ekspor jauh lebih besar dibanding impor.