Scroll untuk baca artikel
Kolom

Bullying di Sekolah; Catatan Gelap Kultur Lembaga Pendidikan

Redaksi
×

Bullying di Sekolah; Catatan Gelap Kultur Lembaga Pendidikan

Sebarkan artikel ini

Kemudian, adanya kultur disiplin ‘negatif’ dalam penegakkan aturan dan disiplin sekolah pun turut memberikan peluang terjadinya tindakan bullying. Malah sering guru juga terlibat tindakan membully siswa dengan alasan ‘mendidik’. Padahal mereka sesungguhnya telah terjebak kepada pola pikir yang salah dan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan yang substantif.

Beberapa catatan kasus bullying di sekolah yang cukup menyedihkan disebutkan oleh KPAI; setidaknya ada sekitar 18 kasus kekerasan anak di satuan pendidikan pada periode 2 Januari hingga 27 Desember 2021. Dalam hal kekerasan seksual pada anak didominasi oleh kasus yang terjadi di satuan pendidikan yang bernaung di Kementerian Agama dengan 14 kasus atau 77,78 persen.

Sementara 4 kasus lainnya atau 22,22 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah naungan Kemendikbud Ristek. Mayoritas terjadi di lembaga pendidikan berbentuk asrama atau pesantren. Bahkan di antara pelakunya adalah guru atau pimpinan lembaga.

Pengalaman yang semakin tinggi eskalasinya dalam proses penanganan siswa di lembaga pendidikan, baik yang berasarama maupun yang umum, secara tidak disadari telah membentuk kultur “pembenaran” untuk tindakan kekerasan terhadap anak dalam koridor pendidikan.

Itulah yang dapat dikatakan bahwa akumulasi kekerasan di sekolah, baik sesama siswa, ataupun oleh guru terhadap siswa, yang menyuburkan benih-benih kekerasan dan tindak kejahatan berikutnya di kemudian hari. Dan kasus di pesantren dalam kejadian di atas, adalah praktik “intimidasi dan kekerasan” berbalut penegakkan disiplin dan budaya pesantren yang harus dievaluasi.

Menyiapkan Tindakan preventif  mencegah tindakan bullying di sekolah

Ada dua metode utama yang digunakan dalam mengendalikan bullying: Pencegahan (bertindak sebelum sesuatu terjadi) atau reaksi (bertindak ketika sesuatu sedang terjadi atau baru saja terjadi). Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan oleh sekolah:

  • Penerapan disiplin positif di sekolah
  • Membangun komunikasi yang intensif dengan orang tua
  • Menyelanggarakan “sekolah Bebas Bullying” sebagai sebuah program terintegrasi dengan berbagai aktifitas siswa dan guru.
  • Melaksanakan program ‘parenting’ dan edukasi permasalahan anak dan keluarga di lembaga sekolah
  • Melakukan edukasi dan peningkatan wawasan guru serta staf karyawan sekolah mengenai tindak kekerasan dan bullying terhadap anak.
  • Gunakan perekam video di berbagai area dan sugut sekolah
  • Jika terjadi kasus intimidasi atau kekerasan, diirekomendasikan agar pelaku intimidasi tidak dilawan dengan kekerasan fisik, untuk menghindari berkontribusi pada munculnya lingkungan kekerasan di masyarakat.
  • Tetapkan regulasi penggunaan alat komunikasi di sekolah, baik oleh siswa maupun guru, untuk menghindari terjadinya peningkatan cyberbullying.
  • Bangun Kerjasama dengan komunitas dan instansi terkait untuk program “Sekolah Ramah Anak”. [Luk]