Scroll untuk baca artikel
Kolom

Colybritta dan Puisi Dunia

Redaksi
×

Colybritta dan Puisi Dunia

Sebarkan artikel ini
Puisi Dunia
Ilustrasi foto/Pexels.com

Puisi itu juga pernah saya bacakan dalam kunjungan sastrawan Tegal ke Bengkel Teater Rendra di Depok. Besoknya, di hadapan Hamsad Rangkuti, Rendra menyarankan: kirimlah puisi-puisimu ke Horison. Sambil Rendra mengatakan bahwa, puisi saya bergenre kritik sosial yang dulu dipakai oleh Lekra.

Mungkin karena itu, puisi-puisi saya yang saya kirim ke Horison tidak pernah dimuat.***

MALAM SURA SILVER BOY

Silver Boy di malam sura, berjalan sendiri di jembatan penyeberangan Jendral Sudirman
Entah apakah dia tahu, kini kala pertama manusia diciptakan
Sekarang seperti ini kehidupan, pun kota sebagaimana kota dunia
Gedung-gedung tinggi berkaca, bagai ribuan bulan segi empat
Dan aku menciptakan diriku sendiri dengan tubuh bercat perak
Bolehlah kau bilang aku seniman pertunjukan di abad berlari, kata Afrizal
Senyatanya aku mesti meneruskan hidupku dengan caraku

Apakah aku mesti memilih makan apa, sebagaimana pilihan bubur balado
Kopi untuk ngobrol tentang pilihan hidup, sebagai manusia atau mafioso
Bahkan kehidupan ini telah dimainkan di meja makan dengan menu harian
Sup politik, iga bakar ekonomi, sate ayam hukum: American fried chicken, Chinesse food, Korea menu
Mereka bangun panggung dalam teater dunia pertama
Dan rakyat tak punya hak bersuara dalam demokrasi
Lalu aku, hidupku, duniaku, hanya sebatas traffic light dan zebra cross

Sudahlah, akui saja ini bukan ide demokrasi, tapi kerajaan tunggal dalam lakon super power
Di kedai paling gelap pinggiran kota, kami hanya bisa berbisik tentang kekuasaan
Tentang hak yang tergadai azas, dalam kemanusiaan tanpa manusia
Sebagaimana sebelum manusia diciptakan, entah apa kata terkatakan
Di malam Sura kami bertanya, apakah tidak ada amandemen para malaikat
Atau setidaknya peringatan sebagaimana Nietzsche: alangkah sulitnya jadi manusia

Malam pun lewat tengah malam, aku tutup layar pertunjukanku sendiri
Untuk aku buka kembali besok pagi dengan kekuatan: dalam tubuhku hidupku aku mainkan sendiri, dalam kemerdekaanku… []