Scroll untuk baca artikel
Sastra

Ibukota yang Ditinggal Anaknya – Puisi Muhammad Sholeh Arshatta

Redaksi
×

Ibukota yang Ditinggal Anaknya – Puisi Muhammad Sholeh Arshatta

Sebarkan artikel ini
puisi ibukota
Muhamad Sholeh Arshatta

IBUKOTA YANG DITINGGAL ANAKNYA

bu, biarlah aku jadi amoeba

di ibukota, mungkin kau tak mencicip lubang-lubang berkubang, batu-batuan seperti tunggul berkumpul di punggung jalan, sebab kau hanya diperkenankan menikmati topingnya

bahkan, barangkali debu enggan hinggap di topimu

lagi-lagi kukatakan, ibu belum perkenalkan diri lebih jauh

kau hanya diberitahu raungan mamalia ragunan tiada ragu,
ikan-ikan biru aquarium raksasa zamrud, si gagah monas dengan gedung-gedung petantang-petenteng seragam yang segar kemilau kalimaya

kantong suamimu pun berteriak
“sudah, cukup, tinggalkan ibu, ia hanya akan menguras uang belanjamu!”

Lintas Tengah, 22 Januari 2025

SERUAS JALAN

seruas jalan,
mengantarkanku pada labirin ingatan
seperti aku kembali pada suatu hari lalu
saat menyapa satu-persatu semesta

tanah hitam, aroma petrikor, debu-debu abu-abu, sepeda ontel melegenda
kecipak ikan berteman kicau burung
dan suara kambing bebas keliaran
betapa merdu bangkitkan gebu rindu

seruas jalan,
mengajak aku belajar bahasa ibu yang lain
tata bahasa yang mengantar perilaku beradab
medok, sopan, lembut dan penuh keramah-tamahan
bekal merajut jiwa sosial
menjahit etika

seruas jalan,
mengasah ingatan, tentang masa kecil
bahwa aku adalah orang kecil
tak ada yang perlu disombongkan
masa-masa penuh kesederhanaan
masa-masa tak terlupakan
asa untuk masa depan

Rengat, 22 Januari 2025

TANPA PAGAR DI ATHEIS KONSERVASI

bagi mereka yang atheis makna konservasi
air asin luas tak berbatas adalah sloki wiski
penyebab nanar binar mata
ada saja insomnia
angankan segera teguk
dengan segala ingin
keruk sumber daya serupa karun
sekali tenggak
begitu dahaga menggelegak
maka porak poranda semesta raya

Rengat Barat, 05 Mei 2025

SENJA DI KOTA TUA

toko merah seberang sana
menyambut meriah setiap pijak jejak
sthadius seolah bercerita tentang sejarah
dan kali besar yang tak lagi terlihat bernyali besar
menyimpan berbagai dendam berdarah
pada muda mudi pedandan acuh tak acuh
: luka nanah kota yang mengalah menjadi terpinggir
padahal menyimpan sejuta senjata
menjadikan jakarta kini begitu ternama

sayangnya
aku tak melihat keramahan jan pietersazoon coen
apa karena grote huis begitu memesona?
hingga hotel tugu laju memanggilku
seiring suara azan di rua malaka
menggiringku mendatangi panggilan

terima kasih kota yang menolak tua
beri kesan bahagia senjaku terasa romantis
kuharap denyut nadimu tetap ramai
seramai pengunjung yang bercengkrama damai

Istana Kayu, 15 Februari–7 Maret 2025

DIREDUKSI KESEDIHAN

sejauh mana pun titik temu kenyamanan
pemulangan terus berulang
di gudang sepi hati
damai tak kunjung ramai