BARISAN.CO – Solihin baru saja menurunkan jaring bersama dua temannya untuk menangkap kepiting meski cuaca sedang hujan deras. Tiba-tiba dia mendengar ledakan besar seperti bom tak jauh dari tempatnya berada, sejurus kemudian air muncrat ke atas tinggi, puing-puing pun berjatuhan dari langit.
Solihin tahu betul apa yang terjadi saat itu, sebab, kapalnya hanya berjarak sekitar 200 meter dari jatuhnya pesawat. Tak lama kemudian, berbagai benda kecil berjatuhan dari atas mengenainya. Hidungnya pun mencium bau minyak dan anyirnya darah.
Panik dengan kondisi itu, Solihin buru-buru memutus tali perangkap kepiting dan mutuskan pergi. Ia takut ada benda lagi yang lebih besar jatuh menimpanya. Dia melihat banyak serpihan pesawat berserakan tak jauh dari kapalnya. Dia juga melihat sejumlah bagian tubuh manusia di perairan.
Dia memutuskan tak menyentuh satu pun benda yang dilihatnya di permukaan laut. Solihin buru-buru ke darat dan melaporkan temuannya itu. Belakangan, dia mengetahui ternyata pesawat yang jatuh tadi adalah Sriwijaya Air SJ-182 tujuan Jakarta-Pontianak.
Dari pengamatan data flightradar24.com, pesawat jatuh atau terbang merendah namun dalam kecepatan yang tinggi. Dari data yang berbasis Automatic Dependent Surveillance–Broadcast (ADS–B), pesawat yang dioperasikan sejak 13 Mei 1994 (26,8 tahun yang lalu) itu, lepas landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta pada 07:35 UTC.
Jika UTC itu dikonversikan, menjadi pukul 14.35 WIB. Setelah itu, pesawat berbelok ke arah kanan dan mendaki di ketinggian 10.175ft, ketika melintasi garis pantai pada 14:39 WIB. Kemudian pada detik-detik setelah 14:40 WIB (07:40 UTC), menjadi bagian krusial bagi Boeing 737-524 dengan registrasi PK-CLC itu.
Pesawat rute Jakarta ke Pontianak itu berbelok tajam ke arah kanan. Perlahan ketinggian maupun kecepatannya menurun dalam hitungan detik, rinciannya:
-Pada detik 08, 287 knots 10.725ft.
-Pada detik 14, 224 knots 8.950ft.
-Pada detik 16, 192 konts 8.125ft.
-Pada detik 20, 155 knots 5.400ft.
Kemudian pada 14:40:27 WIB (07:40:27 UTC), pesawat mencapai kecepatan tertingginya selama penerbangan yaitu, 358 knots. Namun dalam kecepatan maksimal tersebut, pesawat justru terbang rendah sekali, hanya 250ft. Atau dalam penjelasan lain: dalam waktu 19 detik, pesawat turun curam dari ketinggian 10.725 kaki menuju 250 kaki.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan, pesawat yang awalnya bergerak normal sesuai instruksi, tiba-tiba kejanggalan baru muncul pada 14:40 WIB (07:40 UTC).
“Pukul 14.40 Jakarta, Sriwijaya tidak ke arah 075 derajat melainkan ke barat laut,” kata Budi dalam konferensi pers, Sabtu (9/1/2021).
Sebelum hilang kontak, pesawat diizinkan naik ke ketinggian 29.000 kaki dengan mengikuti Standard Instrument Departure.
Di posisi pesawat hilang kontak tersebut, pesawat Sriwijaya Air lainnya dengan rute yang sama, justru memacu ketinggiannya. Misalnya Sriwijaya air SJ184/SJY184 yang terbang pada 9 Januari 2021, pukul 15.41. Pesawat itu memacu terus kecepatan dan mendaki dari 10.000ft hingga melebihi 29.300ft. Namun Sriwijaya Air SJ182/SJY182 berbeda, justru terbang merendah.
Petugas Air Control Tower (ATC), kata Budi, langsung menangkap kejanggalan kondisi pesawat ketika pesawat bergerak di luar jalur. Mereka menghubungi Basarnas, bandara tujuan, dan instansi terkait lainnya lantaran pesawat hilang beberapa detik kemudian.
Menhub memastikan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh. Sejumlah komponen pesawat ditemukan. Tim SAR juga mendapatkan sejumlah potongan tubuh manusia dalam proses pencarian. Di daratan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memulai proses identifikasi awal. []