Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, yang mewakili Sri Mulyani dalam konferensi pers, tidak memberikan rincian mekanisme penggunaan APBN dan APBD untuk program ini.
Sementara itu, Menteri Koperasi Teten Masduki sebelumnya menyebut bahwa pembentukan koperasi desa akan diberi modal awal Rp3 hingga Rp5 miliar per koperasi. Jika dikalikan dengan 80.000 koperasi, total kebutuhan dana bisa mencapai Rp400 triliun.
“Ini angka yang sangat besar. Bahkan kalau hanya Rp350 triliun, tetap menjadi salah satu alokasi fiskal terbesar di luar belanja rutin. Apakah ini realistis di tengah desakan efisiensi belanja negara?” tanya Awalil.
Ia juga mempertanyakan bagaimana program ini akan bersinergi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah lebih dulu eksis di banyak desa.
Menurutnya, jika tidak diintegrasikan dengan baik, justru akan memunculkan konflik kelembagaan di tingkat desa.
“BUMDes dan Koperasi Desa bisa saja tumpang tindih. Apakah koperasi akan mengambil alih fungsi ekonomi yang sebelumnya diemban oleh BUMDes? Kalau iya, apa implikasinya terhadap perangkat yang sudah terbentuk dan aktif selama ini?”
Di sisi lain, Menko Pangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa detail teknis pembiayaan menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan dan Menteri BUMN.
Namun, Awalil menilai pernyataan ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar-kementerian dalam menjalankan kebijakan besar seperti ini.
Awalil juga mengingatkan bahwa penggunaan dana publik, baik dari APBN maupun APBD, memiliki tata kelola ketat, termasuk pengesahan DPR dan DPRD.
Oleh karena itu, pengalokasian anggaran dalam skala besar untuk koperasi desa tidak bisa hanya berdasarkan Inpres semata.
Ia menutup analisanya dengan mengingatkan bahwa niat baik saja tidak cukup. Kebijakan sebesar ini perlu disusun dengan kerangka hukum yang kuat, perencanaan anggaran yang realistis, dan sinkronisasi yang baik dengan program pembangunan desa yang sudah berjalan.
“Koperasi desa bisa menjadi harapan rakyat, tapi jika tidak dikawal dengan cermat, bisa pula jadi beban baru anggaran negara. Apalagi kalau dijalankan tanpa roadmap yang jelas dan transparansi anggaran yang kuat,” pungkasnya. []