Scroll untuk baca artikel
Terkini

Din Syamsuddin: Two States Solution, Konflik Palestina dan Israel

Redaksi
×

Din Syamsuddin: Two States Solution, Konflik Palestina dan Israel

Sebarkan artikel ini

“USA berhasil mengubah persepsi ancaman baru di negara-negara timur tengah. Saat ini yang menjadi ancaman baru adalah Iran. Shifting ancaman ke Iran tersebut membuat Israel lebih leluasa. Namun, masalah Palestina kemudian tidak lagi menjadi prioritas bagi politik luar negeri negara-negara Arab,” imbuhnya. 

Hal itu lanjut Umam, membenarkan tesis Huntington 30 tahun lalu yang menyebutkan bahwa Islam memang sebuah kesadaran besar, tetapi tidak didasarkan pada kohesi yang kuat bagi masyarakatnya.

“Hambatan utama bagi perdamaian Israel dan Palestina adalah masalah perbatasan, di mana Israel tidak mau menyerahkan batas wilayah yang didudukinya pada Perang 1967, karena masing-masing mempunyai persepsi,” jelasnya.

Wilayah Tepi Barat Palestina telah dibangun dan dikembangkan oleh Israel dengan membangun ribuan perumahan yahudi. Israel juga tidak mau membagi ibukota Jerusalem menjadi dua, sebagaimana tuntutan pihak Palestina yang menghendaki Yerusalem Timur.

Masalah lain yang juga berat adalah 5 juta pengungsi Palestina yang terpaksa mengungsi sejak Perang 1948. Para pengungsi Palestina pasti ingin kembali ke tanah asal mereka, sementara Israel menolak karena salah satu pertimbangan, yakni perubahan komposisi penduduk, yang akan berubah pasca kembalinya para pengungsi Palestina.

Khoirul Umam yang juga Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) menekankan bahwa Global Power Shifting dengan munculnya China sebagai kekuatan ekonomi baru, harus jadi momentum penting.

“OKI harus diberdayakan untuk menggoalkan ide Solusi Dua Negara. Indonesia jelas harus berperan aktif dengan membangun sinergi aktif dengan negara-negara moderat seperti Turki, Jordania, Maroko, Emirat Arab, Qatar, Jordania  dan Arab Saudi. Serta negara-negara Asia Selatan Pakistan dan Malaysia,” ujarnya.

Tantangan lainnya menurutnya adalah masih terbelahnya faksi-faksi perlawanan Palestina seperti Fatah dan Hamas. Fatah menggunakan konsep sekularisme negara, namun Hamas berdasarkan pada konsep keagamaan.

“Syukur alhamdulillah, Indonesia telah selesai dengan masalah-masalah tersebut dengan menjadikan Pancasila sebagai basis dialog Kenegaraan dan Keagamaan,” pungkasnya. [Luk]