BARISAN.CO – Industrialisasi dianggap sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, banyak negara berduyun-duyun melakukan industrialisasi.
Kebijakan industri menjadi alat yang umum digunakan untuk membentuk komposisi kegiatan-kegiatan nasional. Ini dapat membantu mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menggunakan sumber daya dengan benar. Selain itu, memfalisitasi peningkatan pendapatan nasional negara.
Caranya menggunakan serangkaian sarana, seperti kredit, perpajakan, subsidi, dan pengurangan ambang batas masuk. Kebijakan industri ini dapat mengurangi kegagalan pasar yang disebabkan oleh faktor eksternal dan mekanisme pasar yang tidak sempurna, meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya, dan mempromosikan pengembangan industri.
Mengutip CEPR, Korea Selatan pertama kali menerapkan kebijakan industri pada industri berat dan kimia (HCI) melalui alokasi kredit asing di tahun 1973-1979. Di bawah Foreign Capital Inducement Act, pemerintah Korea, secara ketat mengatur tranksi keuangan langsung perusahaan domestik dengan perusahaan asing dan selektif memilih perusahaan yang diizinkan mendapatkan pinjaman dari luar negeri.
Setelah perusahaan domestik mendapat persetujuan, pemerintah Korea menjamin pinjaman itu sehingga perusahaan memperoleh tingkat bunga lebih menguntungkan ketimbang yang berlaku di dalam negeri.
Namun begitu, perusahaan domestik yang mendapat persetujuan pemerintah harus melaporkan informasi terperinci tentang kontrak pinjaman dan rencana menggunakan kredit yang dialokasikan. Informasi kontrak tersebut dikumpulkan di Arsip Sejarah Nasional Korea Selatan dan didigitalisasi.
Pemerintah Korea juga berkomitmen mendiversifikasi barang-barang ekspor dan meningkatkan kualitasnya melalui pemilihan tahunan barang-barang berkualitas nomor wahid.
Proyek itu dimulai tahun 2001 dengan 120 item dan 140 perusahaan. Kemudian, pada tahun 2019, diperluas menjadi 817 item dan 917 perusahaan. Pangsa ekspor mereka berperan penting bagi perekonomian Korea. Secara khusus, proporsi usaha kecil dan menengah (UMKM) meningkat dari 37 persen di tahun 2001 menjadi 76 persen pada tahun 2019.
Dengan begitu, ini berkontribusi meningkatkan citra merek dan memfalisitasi masuknya Korsel ke pasar global. Korea Selatan juga menjadi salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Jumlah mobil yang diproduksi negara ini mencapai 351,9 unit. Ditambah, negara Gingseng ini memiliki daya saing kuat global di industri lain seperti baja dan bahan kimia. Semuanya ini, tak lepas dari dukungan pemerintah Korea melalui kebijakannya.
Namun, nampaknya hal berbeda justru terjadi di tanah air. Meski, industri makanan dan minuman berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi pemerintah tidak berbuat banyak.
Ekonom Awalil Rizky mengatakan, narasi dari otoritas sering kali setelah terjadi diaku sebagai andalan. Hal itu disampaikan dalam sesi tanya jawab Ulasan Awalil 26: Catatan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II – 2022.
“Kalau ditelusuri, tidak ada juga perencanaan serius tentang pengembangan industri makanan dan minuman yang berdurasi 5 hingga 10 tahun. Itu lebih kepada kreativitas bawah atau kreativitas koorporasi seperti perusahaan Indomie, kita harus mengakui bahwa Anda suka atau tidak suka, tapi mereka survive dan suistain baik untuk konsumsi domestik atau ekspor,” kata Awalil pada Kamis (11/8/2022).
Dia menambahkan, artinya, industri makanan dan minuman ini berkembang bukan karena klaim negara, mendorong atau memfalisitasi.
“Begitu juga dengan sektor industri jasa parawisata setelah Covid kalang kabut juga,” tambahnya.