Scroll untuk baca artikel
Video

Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong Bongkar Masalah Ekonomi RI: Ketimpangan Meningkat, BUMN Merugi

×

Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong Bongkar Masalah Ekonomi RI: Ketimpangan Meningkat, BUMN Merugi

Sebarkan artikel ini

Tom menilai salah satu penyebab lemahnya ekonomi Indonesia adalah kurangnya inovasi, baik di dunia usaha maupun birokrasi.

Ia mencontohkan Malaysia dan Singapura yang berkolaborasi membangun pusat data raksasa di Johor Bahru untuk melayani kebutuhan cloud computing dan kecerdasan buatan (AI).

“Di Indonesia belum terlihat langkah serupa. Negara tetangga cepat menangkap tren baru, sementara kita masih tertinggal,” ungkapnya.

Menurutnya, birokrasi Indonesia cenderung kaku dan lambat merespons perkembangan global. Dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menjadi penghambat.

“Data resmi menunjukkan 52 persen BUMN merugi dengan total sekitar Rp50 triliun per tahun. Itu menekan ruang gerak swasta non-BUMN yang sebenarnya lebih inovatif,” jelasnya.

Faktor lain yang dianggap memperburuk situasi adalah ketidakpastian hukum dan intervensi aparat. Tom menyebut banyak pengusaha merasa cemas dan enggan berinovasi karena khawatir berhadapan dengan kriminalisasi.

“Psikologi dunia usaha sekarang berbeda dengan 6–7 tahun lalu. Banyak pelaku usaha, bahkan di daerah, ragu untuk menjalankan ide baru karena takut tersandung masalah hukum,” katanya.

Ia menegaskan bahwa kebutuhan utama dunia usaha adalah kepastian hukum, bukan justru intervensi berlebihan.

“Kalau suasana kondusif, dunia usaha akan bergerak sendiri dengan inovasi. Pemerintah mestinya mendukung, bukan mengatur terlalu kaku,” ucap Tom.

Politik Lebih Dominan daripada Teknokrasi

Tom juga menyoroti bahwa pengambilan keputusan ekonomi belakangan ini lebih dipengaruhi pertimbangan politik ketimbang teknokratis.

Padahal, menurutnya, kebijakan ekonomi seharusnya berbasis pada data dan kajian, bukan kepentingan politik sesaat.

“Negara lain menghadapi tantangan global yang sama, tapi mereka bisa keluar dengan inovasi. Di Indonesia, terlalu banyak energi terkuras untuk urusan politik, sehingga ekonomi kurang mendapat perhatian serius,” kata Tom.

Sebagai penutup, Tom mengingatkan pentingnya memperkuat sektor jasa yang memberi nilai tambah besar, seperti pemeliharaan, teknologi digital, hingga layanan pendukung industri.

Ia juga menekankan prinsip resiprokal dalam perdagangan internasional.

“Kalau kita tidak mau membeli barang dari negara lain, jangan harap mereka mau membeli barang kita. Prinsip itu berlaku dalam pasar global,” tandasnya.

Tom Lembong menyimpulkan bahwa persoalan ekonomi Indonesia saat ini terletak pada lemahnya daya beli masyarakat, ketimpangan yang semakin lebar, dominasi BUMN yang merugi, birokrasi yang kaku, serta kurangnya inovasi dibanding negara tetangga.