ESTETIKA bisa diterjemahkan secara sederhana: the beauty filosofis. Filsafat keindahan.
Dari dunia senirupa, bapak realisme modern, S Soedjojono, menahbiskan estetika sebagai: jiwo katon. Jiwa yang menampak, mewujud.
Dari dunia sastra, Jean Paul Sartre, meratifikasi: beauty is truth, truth is beauty. Keindahan adalah kebenaran, kebenaran adalah keindahan.
Saya kira Sartre benar. Dari hampir semua karya sastra kontekstual, secara content itulah yang disampaikan Sartre.
Termasuk yang secara konteks karya sejarah dan secara contents karya kemanusiaan, pada gilirannya sampai pada tujuan keindahan dan bekal menuju ke sana adalah kebenaran.
Setiap manusia menjalankan perjuangan dalam hidupnya, dan sekali pun dia kalah, mereka telah mendapatkan tujuannya: keindahan.
Itulah yang terungkap dalam novel “Bumi Manusia” Pramoedya Antanta Toer. Perjuangan kaum pribumi melawan hukum yang menjajah dari kolonialisme Belanda.
Sang tokoh, Minke, bicara pada Pram yang menampak pada tokoh Nyai Ontosoroh: kita kalah, Nyai.
Pram Ontosoroh pun menjawab: ya kita kalah, tapi kita sudah melawan.***