BARISAN.CO – Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM (CESDA LP3ES), Herlambang P Wiratraman mengatakan apa yang terjadi selama setahun terakhir ini sudah bisa diperkirakan bahwa situasinya akan terus memburuk dalam kaitan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Persoalan pemberantasan korupsi disampaikan Herlambang pada Dikusi Twitter Space Forum Ekonomi Politik Didik J Rachbini dengan tema “Evaluasi Akhir Tahun LP3ES: Bidang Hukum dan Masalah Korupsi 2021,” Jumat (10/12/2021).
Menurut Herlambang secara umum ada 3 masalah mendasar Pertama, desain dari politik hukum atau legislasi dari sudut UU KPK. Memang terjadi pelemahan institusi lembaga pemberantasan kourpsi ditinjau dari perpesktif ketetanegaran.
“Ageda-agenda reformasi, birokrasi yang bersih dan tata pemerintahan yang benar tiba-tiba mengalami situasi yang berbanding terbalik. Karena masifnya perilaku korupsi saat ini yang terlihat semakin tidak dapat dihentikan, atau tidak terkendali lagi. Hal itu adalah akibat dari fenomena pelemahan dari aspek legislasi,” terangnya.
Dosen Fakultas Hukum UGM melanjutkan kedua, Kita harus memaknai dengan sungguh-sungguh bahwa ada keterkaitan pelemahan aspek legislasi dengan penyingkiran sejumlah pegawai KPK dengan mekanisme yang sungguh manipulatif.
“Bahkan institusi yang seharusnya melaksanakan secara profesional dan penuh instegritas, tetapi justru mencederai proses-proses tersebut,” imbuhnya.
Ada pelanggaran-pelanggaran sangat serius dan mendasar yang dilakukan oleh para pimpinan KPK justru tidak ada sanksi sama sekali. Padahal jenis pelanggaranyang dilakukan sungguh sangat memalukan.
Menurut Herlambang, hal tersebut tercermin dari hasil keputusan sidang etik terhadap ketua KPK yang telah mencederai kepercayaan publik. Public trust adalah satu hal yang perlu dibangun dalam agenda pemberantasan korupsi.
Ketiga, catatan yang kelam harus diberikan terutama dalam dimensi penegakan hukum terhadap perilaku korupsi pada eksploitasi sumber daya alam yang telah menyingkirkan hak-hak masyarakat adat dengan adanya pelanggaran HAM.
“Belum lagi soal yang terasa menyakitkan publik dalam kaitan dugaan tidak korupsi pada langkah-langkah penanganan pandemi terutama bisnis PCR yang harus terus ditelusuri dan diungkap kebenarannya,” pungkasnya.
Pelemahan KPK
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto menyampaikan dari perspektif demokrasi, telah terjadi penurunan atau regresi dari kualitas demokrasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh seperti apa yang disitir Ray Diamond bahwa pemimpin yang terpilih secara demkoratis pada kenyataannya telah melakukan langkah-langkah yang justru memunggungi demokrasi itu sendiri.
“Hal itu ditandai ketika terjadi pelanggaran HAM serius terkait kematian 2 mahasiswa Indonesia pada protes-protes anti revisi UU KPK pada 2019,” samungnya.
Wijayanto mengatakan dari pelemahan KPK lewat revisi UU KPK padahal ratusan ribu mahasiswa, intelektutal dan akademisi telah menyuarakan protes terhadap rencana revisi UU KPK.
“Bahkan presiden Jokowi telah mengundang para intelektual dan akademisi yang menentang rencana revisi ke istana, dan diberikan janji untuk tidak memperlemah KPK namun pada kenyatannya revisi UU KPK tetap dilakukan. Dari hal tersebut bagaimana kita bisa mempercayai tidak adanya praktik-praktik pelanggaran HAM yang terjadi,” imbuhnya
Dari sisi kebebasan hak sipil dan kebebasan berpendapat yang dikatakan Jokowi akan terus dipelihara melalui penerapan UU ITE, pada kenyatannya terjadi kriminalisasi para pengkritik kebijakan sepeti terjadi pada banyak kasus.