Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Ferizal Ramli: Jika Ingin Maju, Pemerintah Harus Berinvestasi Untuk Pendidikan

Redaksi
×

Ferizal Ramli: Jika Ingin Maju, Pemerintah Harus Berinvestasi Untuk Pendidikan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Indonesia memiliki dua kategori sekolah, yakni negeri dan swasta. Untuk sekolah tingkat SD hingga SMA, umumnya sekolah swasta memiliki sistem pendidikan yang lebih baik daripada sekolah negeri.

Namun demikian, tak semua orang dapat memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah swasta. Terlebih, biaya sekolah swasta cukup mahal.

Hal itu, tentu jauh berbeda dengan negara maju seperti Jerman. Berdasarkan data World Population Review, Jerman berada di posisi ketiga dengan sistem pendidikan terbaik di dunia di tahun 2021.

Menurut Ferizal Ramli, warga Indonesia yang telah lama tinggal di Jerman, sekolah di sana umumnya atau hampir semuanya negeri dan gratis. Dia menuturkan mulai dari Pra-TK hingga S3 semuanya gratis.

Dia juga melanjutkan, meski ada biaya, namun bukan biaya sekolah melainkan makan siang untuk siswa yang disediakan oleh sekolah. Berbeda dengan Indonesia, Ferizal menyebut sekolah swasta biasanya hanya untuk anak orang asing yang tidak bisa berbahasa Jerman.

“Umumnya sekolah negeri jauh lebih baik dari sekolah swasta karena dana yang digelontorkan pemerintah Jerman untuk sekolah amat besar. Ini tidak akan mampu diimbangi oleh swasta yang cash flow-nya hanya dari SPP anak didik,” kata Ferizal.

Dia menambahkan itu sebabnya tidak ada cerita sekolah swasta menjadi sekolah favorit di sana. Sebab, Ferizal menyatakan bahwa pendidikan umumnya di sekolah negeri dan orang tua tidak membayar biaya SPP sama sekali, kecuali untuk makan siang anaknya.

Bukan itu saja, dalam akun Facebook pribadinya, Ferizal menuliskan dari tahun 2011 hingga 2019, pemerintah Hamburg berinvestasi membangun serta memperbaiki sekolah. Besaran angkanya pun mencengangkan, yakni sebesar 1,3 miliar Euro atau sekitar 22,1 triliun rupiah (jika 1 Euro= 17.000).

Salah satu yang dibangun adalah kantin baru sebanyak 207 buah yang tersebar di sekolah-sekolah di kota Hamburg sehingga para siswa bisa makan bersama di kantin. Bagi Feirizal, tradisi team work di Jerman itu dibangun dengan tradisi makan siang bersama yang berlanjut hingga mereka bekerja di perusahaan Jerman.

Dalam tulisan itu, dana yang tersedia digunakan hanya untuk membangun dan memperbaiki fasilitas fisik sekolah di Hamburg. Bukan universitas. Dari pandangannya, angka itu setara dengan APBD Provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Jawa Timur.

“Itu bukan angka yang main-main bagi investasi pembangunan. Tentu tidak ada korupsi mark-up di sana, mengingat korupsinya amat minim sekali,” lanjut Ferizal.

Putri sulung Ferizal bersekolah di Immanuel-Kant-Gymnasyum (Bilingual School) sedangkan putri bungsunya mengenyam pendidikan di Grundschule Scheebehler Kehre dengan fasilitas lengkap, modern, serta support system yang canggih.

Ferizal menilai luar biasa saat Pemerintah Kota Hamburg menginvestasikan dana di sebuah sekolah bernama Lessing-STS untuk memperbaharui gedung sekolah itu sebesar 42,7 juta Euro.

“Jangan ditanya bagaimana mereka menginvestasikan SDM untuk para guru termasuk kesejahteraan serta kompetensinya. Atau juga, Bagaimana mereka juga menginvestasikan software pendukung seperti laboratorium, perpustakaan, dan peralatan yang pendukung belajar-mengajar,” ujarnya.

Jika ingin maju, pemerintah perlu menginvestasikan dana untuk pendidikan. Seperti yang dikatakan Nelson Mandela bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia. Maka, tak heran jika negara Jerman ingin unggul soal pendidikan.

Namun, Ferizal cenderung pesimis ini bisa diterapkan di negara-negara Emerging termasuk di Indonesia. Negara Emerging Market adalah negara dengan ekonomi rendah menuju level menengah pendapatan per kapita.