BARISAN.CO – Aung San Suu Kyi, Pemimpin Myanmar yang terguling setelah junta mengambil alih kekuasan, dihukum 2 tahun penjara dalam sidang pengadilan, Senin, 6 Desember 2021 kemarin.
Dikutip dari Reuters, Suu Kyi dinyatakan bersalah dalam kasus penghasutan dan pelanggaran protokol Covid-19 yang didasarkan undang-undang tentang bencana alam.
Pemenang hadiah Nobel perdamaian tahun 1991 ini juga digugat selusin tuduhan lain, di antaranya korupsi, pelanggaran undang-undang rahasia negara, undang-undang telekomunikasi, serta sederetan kasus lainnya yang ditangani di pengadilan tingkat kota.
Junta militer mengklaim Suu Kyi telah menjalani proses peradilan yang independen. Hakim yang bertugas adalah hakim independen yang ditunjuk oleh pemerintahan Suu Kyi saat itu.
Sehari setelah vonis dibacakan (7/12/2021), kecaman publik berhamburan. Publik menilai proses pengadilan terhadap Suu Kyi hanyalah upaya penguasa militer Myanmar untuk menggembosi demokrasi yang telah dicapai negara itu dalam beberapa tahun belakangan.
Dilaporkan Reuters, pendukung Suu Kyi berdemo di Mandalay dan mengepalkan tangan ketika berbaris dan meneriakkan slogan-slogan menuntut dikembalikannya demokrasi.
Demonstran juga menuntut agar Suu Kyi dan semua orang yang ditahan sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021 lalu dapat dibebaskan.
“Kasus-kasus yang dituduhkan [kepada Suu Kyi] tidak berdasar dan sengaja dirancang untuk mengakhiri karir politiknya. Ia juga sengaja dihukum di saat militer mengkonsolidasikan kekuasaan,” kata seorang pendukung Suu Kyi.
Gelombang demonstrasi tak hanya berlangsung setelah vonis dibacakan. Sehari sebelum vonis, Minggu pagi di kota terbesar Myanmar, Yangon, para pendukung Suu Kyi menggelar protes dengan membawa aspirasi yang sama.
Demo Minggu pagi itu membawa kabar buruk: 5 orang dilaporkan tewas setelah pasukan junta menabrakkan mobil ke arah pengunjuk rasa. Puluhan orang terluka. Sebanyak 15 orang ditangkap.
“Sebuah mobil tentara menabrak kerumunan dari belakang,” kata seorang saksi. “Beberapa warga sipil terluka parah di kepala dan tidak sadarkan diri,” lanjutnya, dikutip dari Reuters.
“Saya tertabrak dan jatuh di depan mobil. Seorang tentara memukuli saya dengan senapannya tetapi saya melawan dan mendorongnya. Kemudian dia langsung menembak saya karena saya lari. Untung saya lolos,” kata pengunjuk rasa yang lain.
Matinya 5 demonstran hari itu menambah panjang daftar korban meninggal sejak junta merebut kekuasaan. Diperkirakan, sudah lebih dari 1300 orang meninggal akibat menentang junta.
Video dan foto kejadian hari itu yang tersebar di jagat maya pun langsung mendapat respons banyak pihak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) langsung bersikap atas kejadian itu. “Mereka yang menggunakan kekuatan yang berlebih dan kekuatan yang tak proporsional melawan pasukan pertahanan rakyat harus bertanggung jawab,” ujar Koordinator PBB di Myanmar, Ramanathan Balakrishnan, dalam pernyataan resminya. [dmr]