Scroll untuk baca artikel
Terkini

Kedaruratan Pandemi, Gotong Royong dan Hambatan Mental

Redaksi
×

Kedaruratan Pandemi, Gotong Royong dan Hambatan Mental

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM), Koentjoro Soeparno menyampaikan penyelenggaraan seminar online tentang gotong royong karena kita melihat kedaruratan. Bahwa justru seakan masyarakat merasa dihambat, mobilisasi yang dikurangi namun tidak dipahami.

“Inilah yang menjadi keperihatinan. Jika ini terus terjadi sampai kapan Pandemi Covid-19 akan selesai,” sambung Koentjoro dalam seminar online dengan tema Bergotong Royong Melawan Covid-19, Senin (26/7/2021)

Koentjoro mengusulkan pentingya gotong royong. PPKM itu diselenggarakan sebagai suatu metode, namun diksi itu tidak menguntungkan. Metode ini penuh dengan istilah, hal ini bisa juga menjadikan stres ke masyarakat.

Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan bahwa keadaan masih belum begitu membaik. Penderita masih banyak, karena hal itu UGM melakukan berbagai langkah untuk merealisasikan solidaritas, kita gotong royong.

“Antara lain menyediakan selter untuk warga UGM dan tentunya masyarakat pada umumnya,” lanjutnya.

Sementara itu,  Dekan FKKMK UGM Ova Emilia mengatakan pentingnya refleksi, situasi dan korban Covid-19 di Indonesia. Karena penderita Covid-19 terus naik, dampak lonjakan itu apa?

“Jika hulu belum bisa diatasi maka di hilir akan muncul problem yang luar biasa. Rumah sakit penuh, tenaga kesehatan mulai berkurang, langkanya oksigen,” terangnya.

Ada beberapa penyebab tingginya kematian,  Emilia menyebutkan ada enam hal yang mendasar yakni Pertama, Tingkat penularan yang cepat menyebar luas menyebabkan semakin banyak warga risiko tinggi (komorbid dan usia lanjut) tertular. Kedua, kasus kedaruratan tidak memperoleh rumah sakit saat rujukan.

Ketiga, gejala ringan berkembang menjadi berat saat isolasi mendiri sehingga tidak terdukung ketersediaan sarana darurat. Keempat, masih adanya penolakan layanan Swab sehingga kondisi yang berkembang memberat tidak terdeteksi secara dini. Kelima, kasus kedaruratan tidak mendapatkan oksigen. Dan Keenam, cakupan vaksinasi yang masih rendah menyebabkan banyak kasus tidak terprovokasi dan meninggal.

Hambatan Mental

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Rimawan Pradiptyo menyampaikan kendala gotong royong di era pandemi, dari aspek hukum hingga hambatan mental.

Rimawan mengatakan banyak daerah memiliki kapabilitas, fasilitas yang cukup. Namun saat ini hambatannya yakni hambatan mental.

“Dipengaruhi pemahaman masyarakat, kaitannya bagaimana melihat masalah ini. Jika dilihat masalahnya akan biasa-biasa. Jika dipandang pandemi memerlukan perubahan yang mendasar, responsnya akan mendasar,” tegas Inisiator gerakan kemanusiaan Sambatan Jogja atau Sonjo.

Maka di masa pendemi Covid-29 diperlukan startegi bertahan menghadapinya, Rimawan 3 hal penting bertahan di masa pandemi yakni Expect the unexpected, mempertimbangkan dampak buruk.

“Solusi inovatif, memikirkan solusi yang tidak terpikirkan sebelumnya dan mobilisasi sumber daya untuk mengatasi dampak Covid-19 di daerah/lingkungan kita,” lanjut Rimawan.

Rimawan berpandangan bahwa Pandemi Covid-19 adalah masalah bersama. Maka diselesaikan dengan cara bersama. Sebab karena kemampuan pemerintah terbatas, anggaran pemerintah juga terbatas.

“Kita memiliki modal sosial yakni solusi memobilisasi sumber daya. Namun perlu adanya perubahan paradigma, jangan diartikan sumber daya hanya soal uang.”

Rimawan mencontohkan gerakan kemanusiaan Sonjo, di Sonjo tidak ada aliran dana masuk saldo tetap nol. Sonjo menerapkan sinergi triplehelik yakni cara berpikir yang dikembangkan adalah gotong royong.

Prinsip sonjo, integritas, transparan, empati dan sinergi yang memiliki misi membantu masyarakat rentan dan berisiko terhadap penyebaran covid-19 di DIY.