Opini

Hancurnya Industri Rumahan Kita

Suroto
×

Hancurnya Industri Rumahan Kita

Sebarkan artikel ini
hancurnya usaha rumahan
Ilustrasi foto: Pexels.com/Ian Turnell

DESIGN dari rumah rumah jaman dulu atau rumah lama, terutama di Jawa, di belakangnya kebanyakan kita temukan ada semacam ruang bekas workshop atau bengkel untuk ruang industri rumahan. Dari produk produk idustri logam, batik, makanan dan lain sebagainya. Tapi hari ini semua hanya jadi artefak dan kenangan sejarah.

Di Cirebon misalnya, ada bekas workshop pembuatan furnitur berbahan rotan. Di Jogja untuk perak dan penyamakan kulit. Di daerah Pati untuk pembuatan alat rumah tangga berbahan logam tembaga. Di Jepara untuk ukiran kayu. Di Purwokerto untuk fermentasi arak, logam dan lain sebagainya. Di Solo untuk batik. Di Klaten untuk kain tenun dan lain sebagainya.

Semua daerah dapat dipastikan ada saja basis industrinya yang terkenal. Diproduksi terutama untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Namun semua itu saat ini tinggal menjadi artefak. Industri rumahan berbasis ketrampilan dan kerajinan rakyat itu telah lenyap. Hancur semua hampir tak tersisa.

Padahal, dari industri basis rumah tangga itulah dulu ekonomi kita menjadi kuat. Sebab tak hanya memberikan pekerjaan dan berbagai ketrampilan, namun menghasilkan nilai tambah ekonomi banyak sekali. Dari aktifitas pengadaan bahan baku, perdagangan, pengiriman/ ekspedisi, dan lain sebagainya.

Sebut saja misalnya untuk industri penyamakan kulit di Sorowajan Jogja. Industri ini menjual bahan kulit sapi yang disamak untuk dijual kepada para perajin kulit di Tasik Malaya untuk dibuat jaket, tas, sandal, sepatu dan lain lain. Kemudian didistribusikan ke pasar untuk dijual kepada para pengepul dan dijual kepada para peritel.

Industri penyamakan kulit ini butuh suplai kulit dari pemotongan sapi. Dari rumah pemotongan sapi butuh suplai peternak sapi. Dari penyamakan ini butuh kulit akasia untuk bahan pelemasan kulit dari bahan kulit akasia. Kulit akasia itu ditanam oleh petani. Dikumpulkan pada pedagang.

Bayangkan, dari industri penyamakan kulit saja ada berapa orang yang mendapatkan pekerjaan. Berapa orang yang mendapatkan keuntungan. Belum lagi efek lain seperti industri keuangan, penjualan dan pembelian bahan bahan pembantu dan lain sebagainya.

Industri rumahan di atas dalam pengamatan lapangan itu semua hancur awalnya karena hal hal sederhana. Para pembeli dari luar negeri terutama mulai mengadu domba para pemilik industri dengan pekerjanya. Para pekerjanya dibujuk keluar oleh para pembeli untuk membuat pabrik baru dan keluar dari pekerjaanya. Lalu munculah banyak pabrik baru.

Dari pabrik pabrik baru itu munculah kompetisi harga. Perang harga untuk mendapatkan order terjadi dan akhirnya marjin keuntunganya ssmakin rendah. Saling bersaing dan jatuh menjatuhkan harga. Pada akhirnya justru matilah semua.

Runtuhnya satu industri pada akhirnya mengancam hancurnya seluruh rantai industri dari hulu hingga hilir. Perusahaan perusahaan rumahan itu bangkrut semua. Parahnya lagi, ternyata semua produk penggantinya sudah disiapkan semua dari luar negeri. Sebut misalnya hancurnya industri batik rumahan kita akhirnya digantikan oleh batik printing dari Cina.

Dari kasus di atas, dapat kita ambil maknanya bahwa kelemahan dari industri rumahan itu ternyata adalah karena mereka tidak mampu membangun kelembagaan yang baik untuk konsolidasikan diri. Datang kemudian para pedagang pembeli terutama dari luar negeri yang ingin mengeruk untung besar.