Pendapat berbeda dinyatakan Imam Syafi’i. Menurutnya, lafal nikah juga dianggap sah jika menggunakan terjemahan dari bahasa Arab. Pendapat tersebut menandakan jika lafal nikah
tidak harus menggunakan bahasa Arab.
Sementara pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak mengatur mengenai bahasa yang sebaiknya digunakan dalam akad nikah.
Meski demikian, idealnya Ijab Qabul dilakukan menggunakan bahasa Arab karena bahasa asal Syariat. Tentu saja hal ini diperuntukkan bagi yang mampu berbahasa Arab.
Biasanya, Ijab dan Qabul ditentukan oleh calon mempelai pria. Penggunaan bahasa Indonesia juga banyak menjadi pilihan dalam berbagai prosesi ijab qabul. Alasannya beragam, mulai dari tidak bisa, tidak mengerti, tidak biasa, atau tidak pede karena takut. [rif]