90% konstituen Ilhan itu dari White Americans (warga kulit putih).
BARISAN.CO – Amerika Serikat memiliki tiga anggota kongres beragama Islam. Dua perempuan dan satu di antaranya berhijab, Ilham Omar. Ia sampai ke Amerika Serikat saat usianya tujuh tahun.
Dan yang juga membanggakan karena Ilhan yang keturunan Yaman-Somalia konsisten dengan ajaran Islam di antaranya tetap memakai hijab.
Dikutip dari tulisan Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation, 27 Februari 2023, kendati menjadi seorang elite politik di Amerika, Ilhan selalu merasa sebagai orang biasa.
Mungkin bagi banyak orang menjadi anggota Kongres itu sesuatu yang luar biasa. “Tapi bagi saya, kesempatan ini tidak mengubah siapa saja,” ujar Ilhan.
Ilhan pun mengenang kembali masa kecilnya di Somalia ketika harus berlari bersama keluarganya ke sana kemari untuk menyelamatkan diri dari amukan perang saudara.
Ia menceritakan, bahwa ibunya adalah keturunan Yaman. Ayahnya yang asli Afrika (Somalia). Allah menakdirkan dirinya bersama keluarga diterima untuk menjadi pengungsi di Amerika.
Perjalanan hidupnya yang pahit menjadi cambuk baginya untuk melakukan perubahan. Maka sejak di sekolah menengah hingga mahasisiwa selain sungguh-sungguh belajar, juga aktif dalam berbagai kegiatan kampus dan komunitas. Semua ini menjadi modal baginya untuk mengambil bagian di dunia kontestasi politik.
Singkatnya Ilhan pun terpilih menjadi anggota kongres mewakili Minnesota dengan pemilih yang tidak seperti selama ini disangkakan. Justru, 90% konstituen Ilhan itu dari White Americans (warga kulit putih).
Ilhan menuturkan, menjadi anggota Kongres Amerika juga bukan jalan mudah. Ternyata konstestasi untuk menjadi anggota Kongres adalah kontestasi termahal. Untungnya ia mendapat dukungan penuh dari konstituennya.
Termasuk dukungan dari banyak pihak, seperti Komunitas Muslim dan Afrika secara umum.
Ilhan menceritakan, ternyata setelah terpilih juga sangat tidak mudah. Di antara tantangan itu adalah karena ia satu-satunya anggota Kongres muslimah dan berhijab. Identitas keislaman menjadi sangat nampak.
“Ini akan menemukan reaksi negatif dari sebagian anggota Kongres yang masih rasis dan islamofobia. Bahkan sebagian dari anggota partainya sendiri (Demokrat),” ujarnya.
Ilhan mengisahkan pernah dalam elevator ada seorang anggota Kongres yang berbisik ke telinganya: “you don’t deserve to be here” (kamu ngak berhak ada di sini).
Hinaan dan rasisme, kata Ilhan dihadapi dengan kesabaran. Keadaan itu tidak menjadikan dirinya lemah dan putus asa.
“Bahkan saya terpilih menjadi anggota Komite Hubungan Luar Negeri, salah satu komisi yang bergengsi dan terhormat. Posisi inilah yang kemudian saya jadikan pintu untuk menyuarakan banyak pihak yang termarjinalkan. Termasuk kaum Uighur di China, Kashmir dan Muslim India, hingga ke umat Muslim Yaman dan tentunya yang klasik isu bangsa Palestina,” ujarnya.
Saat ditanya mana yang lebih efektif dalam upaya membela bangsa Palestina, tetap memboikot hubungan diplomasi dengan Israel atau membangun hubungan diplomasi seraya memperjuangkan hak kemerdekaan mereka. Ilhan menjawabnya diplomatis.
“Masalah itu kembali kepada masing-masing negara berdasarkan keadaan dan kepentingannya,” kata Ilhan.
“Tapi apakah Israel akan semakin rela memberikan hak-hak Palestina setelah negara-negara Islam membangun hubungan diplomasi?” sambungnya.
Pertanyaan yang rumit.