“Akar tunggang masalahnya adalah pembesaran NATO, elemen sentral dari strategi yang lebih besar untuk memindahkan Ukraina keluar dari orbit Rusia. Dan mengintegrasikannya ke Barat,”John Mearsheimer
BARISAN.CO – Invansi Rusia ke Ukraina melanggar Piagam PBB dan merupakan agresi dalam hukum internasional. Selain itu, melanggar jaminan yang diberikan Rusia kepada Ukraina sebagai bagian dari Memorandum Budapest 1994. Ketika negara itu berjanji untuk menghormati kedaulatan dan perbatasan negara dengan imbalan Kyiv menyerahkan senjata nuklirnya.
Tujuh tahun yang lalu, ilmuwan politik, John Mearsheimer berpendapat, krisis Ukraina saat ini terjadi akibat ekspansi Pakta Petahanan Atlantik Utara (NATO) ke Republik Soviet lama. Dia menegaskan, Barat memimpin dan hasilnya adalah Ukraina akan hancur.
Rusia bukan satu-satunya pihak yang harus disalahkan. John menilai, langkah AS dalam memperluas NATO ke timur dan menjalin hubungan persahabatan dengan Ukraina telah meningkatkan kemungkinan perang kekuatan bersenjata nuklir. Dan meletakkan dasar bagi presiden Rusia, Vladimir Putin bertindak agresif terhadap Ukraina. Memang benar di tahun 2014, Rusia mencaplok Krimea, akan tetapi menurut John, AS dan sekutunya turut andil atas krisis hari ini.
Mengutip New Yorker, John mengatakan awal mula semua masalah yang terjadi sekarang dimulai pada bulan April 2008, di KTT NATO di Bukares, Romania. Saat itu, NATO mengeluarkan pernyataan bahwa Ukraina dan Georgia akan menjadi bagian dari NATO.
“Rusia membuatnya sangat jelas pada saat itu bahwa mereka memandang ini sebagai ancaman,” tegas John.
John berpandangan, Barat khususnya AS pada prinsipnya bertanggung jawab atas bencana yang terjadi. Namun, John menilai tidak ada pembuat kebijakan Amerika yang mau mengakuinya dan hanya akan menyudutkan Rusia-lah yang bertanggung jawab.
Beberapa tahun sebelumnya, John telah menyampaikan AS tidak akan berperang melawan Rusia untuk membela Ukraina. Ini terbukti, AS sama sekali tidak mengintervensi.
Presiden Rusia memang telah menempatkan senjata nuklir dalam kondisi siaga tinggi. Salah satu penyebabnya, Putin membayangkan negara-negara nuklir di Eropa dan AS bisa saja campur tangan dalam konflik. Karena itu dia menaikkan taruhan. Dalam pidatonya belum lama ini, Putin memperingatkan, Rusia berhak mengambil tindakan pembalasan untuk memastikan keamananya sendiri.
John menyalahkan AS dan Eropa karena memprovokasi Rusia.
“Akar tunggang masalahnya adalah pembesaran NATO, elemen sentral dari strategi yang lebih besar untuk memindahkan Ukraina keluar dari orbit Rusia. Dan mengintegrasikannya ke Barat,” lanjut John.
Strategi AS atas Ukraina tidak pernah ditujukan untuk membuat negara dan rakyatnya aman, juga tidak bertujuan memperkuat Eropa. Sebaliknya, ini lebih kepada sentralitas AS dalam urusan keamanan Eropa.
Pembukaan investigasi kejahatan perang Rusia oleh Pengadilan Kriminal Internasional tidak akan membantu. Terutama mengingat keputusan jaksa baru-baru ini yang membatalkan penyelidikan atas kejahatan perang AS di Afghanistan.
Awal bulan ini, Putin bertemu presiden Cina, Xi jinping. Dalam pertemuan itu, keduanya menentang ekspansi NATO dilanjutkan. Kementerian Luar Negeri Cina mengeluarkan kritik pedas terhadap NATO dengan menyalahkan ekpansionisme atas perang di Ukraina dan krisis kemanusiaan.
Kritikan itu bahkan mengutip kalimat negarawan dan mantan pejabat AS, khususnya George Kennan.
“Media internasional akhir-akhir ini menyebut berkali-kali George Kennan, mantan duta besar AS untuk Uni Soviet, menyarankan kepada pemerintah AS pada 1990-an bahwa memperluas NATO hingga perbatasan Rusia akan menjadi kesalahan kebijakan Amerika yang paling menentukan. Sayangnya, pemerintah AS menutup telinga terhadap hal ini.”
AS memandang sebelah mata kekuatan Rusia. Dalam melanjutkan ekspansi NATO pada 1990-an dan awal 2000-an di bawah kepemimpinan AS, aliansi tersebut mengabaikan pelajaran penting dari Perang Dingin dan mendorong kebijakan Rusia berupa persepsi ancaman dan sejauh mana para pemimpinnya siap untuk menghadapi serta mengamankan tanah airnya. [rif]