Scroll untuk baca artikel
Kolom

Ironi MBG: Program Nutrisi Gratis Berujung Racun untuk Anak Negeri

×

Ironi MBG: Program Nutrisi Gratis Berujung Racun untuk Anak Negeri

Sebarkan artikel ini
mbg racun
Ilustrasi

Program nutrisi gratis MBG justru berbalik jadi racun. Ribuan siswa harus menderita akibat makanan yang tidak aman

PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah dirancang untuk menjadi langkah strategis dalam menekan angka stunting sekaligus meningkatkan gizi anak sekolah di berbagai daerah.

Namun, kenyataannya program ini justru diwarnai dengan berbagai kasus keracunan massal yang menimpa ribuan siswa.

Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kualitas dan keamanan pangan, dua aspek penting yang menjadi fokus Global Food Security Index (GFSI) pada dimensi Quality & Safety.

Menurut data GFSI tahun 2022, Indonesia menempati peringkat 63 dari 113 negara dengan skor ketahanan pangan sekitar 60,2 poin.

Jika dirinci, indikator Quality & Safety atau kualitas dan keamanan pangan hanya mencapai skor 56,2, jauh di bawah indikator keterjangkauan pangan yang mencapai lebih dari 80 poin.

Skor ini menunjukkan masih lemahnya standar pengawasan, keamanan, dan mutu pangan di Indonesia. Rendahnya skor ini seolah menemukan relevansinya dalam kasus MBG, ketika kualitas dan keamanan makanan yang seharusnya dijaga justru terabaikan dalam praktik.

Sejumlah kasus keracunan makanan dalam program MBG menunjukkan skala persoalan yang serius. Berdasarkan catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga pertengahan September 2025 terdapat 5.360 anak yang diduga keracunan akibat konsumsi menu MBG.

Kasus paling menonjol terjadi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dengan 277 siswa mengalami mual dan sakit perut.

Di PALI, Sumatera Selatan, jumlah siswa yang diduga keracunan mencapai 174 orang dari berbagai jenjang pendidikan, sementara di Bogor total korban mencapai 210 orang.

Meski pemerintah menyebut angka keracunan hanya sekitar 0,5 persen dari total porsi MBG yang dibagikan, skala korban yang nyata ini telah menimbulkan rasa takut dan hilangnya kepercayaan publik.

Penyebab keracunan ini diduga beragam, mulai dari penggunaan bahan makanan yang basi atau tidak layak, wadah plastik yang tidak aman, dapur penyedia yang tidak memenuhi standar higienis, hingga distribusi makanan yang memungkinkan kontaminasi karena perubahan suhu.

Semua faktor tersebut terkait erat dengan indikator Quality & Safety dalam GFSI, yang mengukur keamanan makanan, keragaman nutrisi, standar kontrol mutu, serta kesadaran publik terkait keamanan pangan.

Ketika kasus keracunan muncul berulang kali, jelas ada kegagalan sistemik dalam memastikan bahwa indikator-indikator tersebut benar-benar diterapkan di lapangan.

Dampak keracunan massal MBG tentu tidak kecil. Dari sisi kesehatan, ribuan anak mengalami gejala mulai dari mual, muntah, hingga diare, yang jika terus berulang berpotensi memengaruhi pertumbuhan mereka.