Dari sisi sosial, orangtua kehilangan rasa percaya terhadap program yang seharusnya membantu anak-anak mereka tumbuh sehat.
Sementara itu, dari sisi pemerintahan, beban birokrasi dan anggaran meningkat karena harus membiayai investigasi, pengobatan, hingga perbaikan sistem distribusi dan penyediaan makanan.
Lebih jauh lagi, reputasi Indonesia dalam indeks ketahanan pangan global bisa terpengaruh karena indikator Quality & Safety menjadi salah satu faktor penilaian penting.
Untuk memperbaiki situasi ini, langkah konkret perlu segera diambil. Pertama, semua dapur penyedia menu MBG harus melalui audit ketat dan mendapatkan sertifikasi keamanan pangan.
Kedua, pemerintah harus menetapkan dan menegakkan standar operasional yang jelas, mulai dari penyimpanan bahan, penggunaan wadah, hingga distribusi.
Ketiga, tenaga penyedia makanan perlu mendapat pelatihan dan penyegaran agar selalu mematuhi prinsip keamanan pangan.
Keempat, pemerintah harus bersikap transparan dengan membuka data kasus keracunan dan hasil investigasi kepada publik agar kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan.
Kelima, koordinasi lintas lembaga antara Badan Gizi Nasional, Dinas Kesehatan, BPOM, dan pemerintah daerah harus diperkuat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Kasus keracunan MBG menunjukkan bahwa persoalan Quality & Safety dalam GFSI bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan kenyataan yang berdampak langsung pada masyarakat.
Tanpa perbaikan serius, program yang diniatkan untuk menyehatkan anak-anak justru bisa berbalik menjadi ancaman kesehatan.
Program MBG memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup generasi muda, tetapi hanya akan berhasil jika pemerintah mampu memastikan makanan yang dibagikan bukan hanya bergizi di nama, melainkan juga aman dan bermutu dalam kenyataan. []