Di tengah hiruk-pikuk kemeriahan menyambut Piala Dunia di Qatar, ribuan pekerja migran tewas ketika membangun stadion.
BARISAN.CO – Piala Dunia 2022 akan berlangsung di Qatar mulai 20 November hingga 18 Desember 2022. Tidak seperti biasanya, yang diselenggarakan pada Juni-Juli.
Ini terjadi karena musim panas di Qatar yang sering kali lebih dari 40 derajat Celcius pada periode tersebut. Dan, turun rata-rata 24 derajat Celcius di bulan November dan 21 derajat Celcius di bulan Desember.
Menurut pernyataan resmi dan laporan Deloitte, Qatar telah menghabiskan sekitar US$200 miliar untuk infrastruktur dan proyek pembangunan lainnya sejak memenangkan tawaran menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.
Perusahaan riset Capital Economics asal Inggris mengungkapkan, dari penjualan tiket tampak 1,5 juta wisatawan akan berkunjung ke Qatar untuk acara pertandingan sepak bola 4 tahunan tersebut.
Namun, di tengah hiruk-pikuk kemeriahan menyambut Piala Dunia kali ini, ada ribuan pekerja migran tewas ketika membangun stadion. Keluarga pekerja migran itu memyerukan kepada pemerintah Qatar dan FIFA untuk memberikan kompensasi.
Mereka menuntut bayaran senilai 338 Euro atau hampir setara dengan hadiah uang pertandingan Piala Dunia. Tuntutan itu mendapat dukungan global dan FIFA mengatakan kepada Amnesty International, sedang mempertimbangkannya.
Laporan Guardian tahun lalu menyebut, setidaknya, 6.750 pekerja migran yang meninggal di Qatar sejak negara itu didapuk menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 2010.
Sementara, pada Agustus 2021, berdasarkan data resmi pemerintah Qatar, Amnesty International menghitung lebih dari 15.000 orang non-Qatar meninggal antara 2010-2019. Dalam 70 persen kasus ini, penyebab kematiannya tidak diketahui. Otopsi pun dilarang di negara itu.
Para pekerja migran itu berasal dari Bangladesh, Nepal, India, Paksitan, dan Sri Lanka.
Melansir WSWS.org, organisasi hak asasi manusia menggunakan beberapa contoh individu untuk menunjukkan bagaimana pekerja muda yang sebelumnya tidak memiliki masalah kesehatan menjadi korban kondisi kerja yang tidak manusiawi. Orang berusia 30-40 tahun kehilangan kesadaran meninggal setelah bekerja selama 12 jam di bawah terik panas matahari lebih dari 40 derajat Celcius. Dalam beberapa kasus, mereka bekerja tujuh hari seminggu.
Pada 2020, pemerintah Qatar menyombongkan diri bahwa mereka telah memperbaiki situasi reformasi yang dilaksanakan pada musim panas tahun itu. Namun, reformasi itu dianggap hanya tipu-muslihat semata. Sebab, Amnesty International mengonfirmasi kepada berita mingguan Del Spiegel pada akhir tahun lalu, mayoritas pekerja asing masih dieksploitasi, upah tidak dibayar atau terlambat, kurangnya akses ke pengadilan tenaga kerja, dan dalam beberapa kasus kondisi kehidupannya sangat buruk dengan menahan paspor, serta banyak kasus lainnya.
Penggemar mancanegara juga harus berhati-hati mengatakan sesuatu selama perjalanannya. The Athletic mencatat, Qatar dapat menghukum siapa pun yang menyiarkan, menerbitkan, atau memublikasikan kembali, rumor, pernyataan, atau fakenews atau propaganda yang menghasut baik di dalam dan luar negeri, dengan maksud merugikan kepentingan nasional. Hukumannya termasuk penjara 5 tahun dan denda US$25.000.