Karena interaksi sosial ini merupakan sesuatu yang berlangsung secara alamiah, maka akan lahir keterkejutan-keterkejutan dalam masyarakat saat jarak sosial (social distancing) diterapkan secara terpaksa di ruang publik. Disinilah kemungkinan banyak orang tidak siap dalam menerapkan social distancing ini karena perubahan pola interaksi yang sangat mendadak ini.
Social Distancing Terkontrol
Dalam kondisi darurat wabah covid19 ini, penerapan social distancing yang bersifat alamiah harus ditransformasikan menjadi interaksi sosial yang bersifat terkontrol. Tentu saja tidak mudah mengontrol interaksi sosial terkait social distancing ini.
Setidaknya ada dua mekanisme kontrol untuk memastikan social distancing dilaksanakan secara konsisten. Pertama, voluntary social distancing atau jarak sosial sukarela.
Dalam jarak sosial sukarela, masyarakat harus secara sukarela menerapkan social distancing ini tanpa merasa ada paksaan dari siapapun. Dengan kata lain, social distancing harus dikontrol secara sukarela oleh masyarakat sendiri. Kesukarelaan ini biasanya terbentuk oleh adanya kesadaran diri sendiri untuk melindungi diri dan orang lain dari penularan covid19. Di sisi lain, social distancing sukarela ini harus ditunjang oleh adanya literasi yang memadai tentang covid19. Tanpa adanya literasi yang memadai, maka voluntary social distancing ini menjadi tidak mudah untuk diterapkan.
Karena literasi masyarakat yang masih rendah tentang covid19, maka kita dengan mudah masih menemui kerumunan orang di warung-warung makan, di pasar, dan lain-lain. Bahkan, kita mendengar sejumlah pesta perkawinan dilaksanakan selama pandemi covid19 ini berlangsung, termasuk pesta pernikahan di hotel mewah yang dilakukan oleh Kapolsek Kembangan Jakarta Barat, yang kemudian sang kapolsek dimutasi karena melanggar prosedur covid19.
Terlihat bahwa, di level masyarakat kelas menengah yang kita anggap mempunyai literasi memadai tentang covid19, seperti Kapolsek Kembangan ini, voluntary social distancing tidak mudah diterapkan, apalagi bagi masyarakat kelas bawah yang cenderung tidak mempunyai literasi memadai tentang covid19, dan juga menghadapi tantangan hidup yang membuat mereka harus sering melanggar social distancing ini di ruang publik.
Kedua, state driven social distancing atau jarak sosial yang dikontrol negara.Social distancing yang dikontrol negara merupakan sebuah pendekatan untuk memastikan berjalannya social distancing melalui pengendalian negara secara ketat.Mengacu Weber—dengan kekuasaan legal (legal authority) yang dimiliki pemerintah sebagai representasi negara, maka pemerintah bisa melakukan kontrol yang ketat terhadap prilaku masyarakat dalam interaksi sosial di ruang publik.