Scroll untuk baca artikel
Risalah

Jakarta Lockdown Please!

Redaksi
×

Jakarta Lockdown Please!

Sebarkan artikel ini

Kedua, state driven social distancing atau jarak sosial yang dikontrol negara.Social distancing yang dikontrol negara merupakan sebuah pendekatan untuk memastikan berjalannya social distancing melalui pengendalian negara secara ketat.Mengacu Weber—dengan kekuasaan legal (legal authority) yang dimiliki pemerintah sebagai representasi negara, maka pemerintah bisa melakukan kontrol yang ketat terhadap prilaku masyarakat dalam interaksi sosial di ruang publik.

Kontrol pemerintah terhadap interaksi sosial masyarakat di ruang publik untuk memastikan berjalannya social distancing ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang longgar sampai tingkat ekstrem, dengan berbagai konsekuensi yang kemungkinan lahir dari adanya kontrol pemerintah tersebut.

Sejumlah negara menerapkan kontrol minimalis dalam social distancing ini. Kontrol minimalis ini umumnya dilakukan dengan cara membatasi interaksi sosial di ruang publik untuk memastikan social distancing ini berjalan, termasuk kebijakan membatasi (bukan melarang total) angkutan publik beroperasi, membatasi (bukan melarang) mobilitas horizontal masyarakat dalam kota dan antar kota, dan sebagainya.

Dalam tahap yang lebih lanjut, kontrol negara yang lebih ketat diikuti dengan adanya kebijakan yang lebih luas, dimana di Indonesia dikenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diatur dalam UU No. 6/2018.Jika kita mengacu pada konsep Hall (1982), maka PSBB ini termasuk dalam kategori public distancing dalam skala luas.

Dalam UU No. 6/2018, diatur bahwa PSBB mencakup: (1) peliburan sekolah dan tempat kerja, (2) pembatasan kegiatan keagamaan, dan atau (3) pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Yang harus diingat bahwa pendekatan PSBB hanya membatasi interaksi sosial skala besar di ruang publik, namun tidak melarang mobilitas sosial horizontal masyarakat di dalam kota dan atau antar wilayah.

Di tingkat yang lebih ekstrem, pemerintah bisa menerapkan kebijakan larangan interaksi sosial di ruang publik dalam bentuk apapun, dan masyarakat diminta untuk tinggal di rumah saja (stay at home).Kebijakan ini dikenal dengan lockdown.Meskipun berbeda istilah, bisa jadi lockdown ini dekat dengan konsep karantina wilayah.Yang jelas, jika kebijakan lockdown ini dilakukan, maka masyarakat dilarang melakukan kegiatan dan interaksi sosial apapun di ruang publik.

Dengan demikian, pemerintah harus menanggung akibat dari kebijakan ini, termasuk membiayai kebutuhan hidup rakyat yang terkena kebijakan lockdown ini, khususnya mereka yang terdampak secara ekonomi seperti keluarga miskin, pekerja sektor informal, dan semua rakyat yang penghasilannya terhenti karena adanya kebijakan lockdown ini.

Jakarta Harus Lockdown

Bagaimanapun, social distancing sebagai salah satu pendekatan dalam pencegahan penyebaran dan penularan covid19 tidak mudah dilaksanakan secara sukarela karena berbagai kondisi yang dihadapi oleh masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah yang merupakan mayoritas warga negara kita. Karena itu, pendekatan state driven social distancing kelihatannya akan lebih efektif dalam mengontrol prilaku dan interaksi sosial masyarakat di ruang publik.

Di sisi lain, state driven social distancingyang tanggung seperti kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) juga tidak akan efektif menerapkan social distancing di ruang publik. Mobilitas horizontal penduduk masih tertap berlangsung meskipun dibatasi. Dalam kondisi seperti ini, maka penyebaran dan penularan covid19 akan semakin membesar jika kebijakan pemerintah cenderung setengah-setengah dan tanggung, seperti PSBB ini.