Kemudian Anies Baswedan berusaha mengingat jaman kuliah. Menurutnya ada berbagai jenis mahasiswa.
- Mahasiswa yang sregep ikut seminar dan kegiatan, ini itu, tapi seolah persoalan selesai disitu. ” Njuk jane yo ora ngopo ngopo mas ” katanya hehe.
- Mahasiswa yang taunya hanya kuliah tok til. Atau sering kita sebut diktaktor. Karena rujukannya hanya buku diktat tok. Bahkan buku yang lain saja tidak punya malah(mesti ora tau ning shoping kuwi mas) hehe
- Mahasiswa yang sangat spiritualis tapi kadang melupakan yang lain. Bahkan tingkat keimanan bisa diukur dengan letak ujung celananya.
Kalau aku boleh nambahi sebenarya masih seabreg jenis mahasiswa, misalnya mahasiswa tukang numpang kos, mahasiswa perayu yang selalu ditolak cewek dan yang paling trend mahasiswa abadi. Ciri ciri mahasiswa abadi adalah selalu menghindar ketika ditanya : “kamu sudah semester berapa?” (Hayo kalian dulu masuk kategori yang mana ?) Wkk Ok selanjutnya Agak serius nih.
Bahwa dalam melakukan gebrakkan pembangunan di DKI mas ABW, melakukan perubahan paradigma, tidak waton kerja, tapi ada tiga tahapan dalam menggulirkan program kerja. Pertama Gagasan, kedua Narasi, baru yang ketiga : Kerja ” ..jadi begitu kawan kawan!”
Gak tau kenapa, Tiba tiba banyak jamaah yang tertawa, mungkin lagi membandingan dengan slogan yang hanya : kerja kerja kerja (hehehe au ah elap)
Contoh langkah ini adalah dalam mengurai kemacetan di Ibukota Jakarta. Nah salah satu pangkal kemacetan adalah : banyaknya kendaraan, pribadi, banyaknya angkutan umum yang kurang layak dan sering berebut penumpang dan ngetem sembarangan. Dan satu lagi kurangnya jumah trotoar untuk pejalan kaki serta jalur sepeda.
Maka mas Anies dan Tim DKI merubah paradigma dengan mengintegrasikan antar semua moda transpotasi itu. Dengan merubah paradigma. Yang pertama trotoar diberi prioritas dulu, kemudian sepeda, Nah stresing utamanya pada angkutan umum.
Angkutan umum di buat senyaman mungkin, mobil. Disediakan baru dan ber AC. Angkutan umum dibayar oleh pemda DKI berdasarkan jam edarnya. Jadi mereka nggak sibuk ngetam berebut penumpang lagi. Dan semuanya ngelink satu sama lain, juga dengan KRL.
Jadinya gak usah bingung lagi habis ini naik apa atau antri dimana. Konon hal inilah telah mengurangi banyak kemacetan karena tidak terlalu antri dan seterusnya. (Saya sih percaya mas).
Dua hal menyolok persoalan di DKI menurut saya adalah macet dan Banjir. Macet sedikit banyak telah diatasi. Banjir? Alhamdulillah juga tanpa pawang seperti di Mandalika hujan maupun banjir di DKI zamannya mas Anies bisa teratasi dengan konsep sumur resapan.
Klop sudah. Jadi gimana? Kongkritkan ?! (Maaf Mas meskipun banjir bisa dikendalikan ternyata yang tidak bisa dikendalikan adalah hujan kritik kepadamu Mas Anies, dari orang orang yang kerjanya memang ngambil spesialis ngritik. Mending kalau kritik, ini bully bro hehe)
Setelah rangkaian ceramah romadlon yang cukup menyegarkan dan menGGeerkan. Nampaknya jamaah tidak langsung beranjak pergi. Awalnya ada suara suara gak jelas ditelinga saya, lama lama.. suara itu makin jelas, bahkan semacam teriakan harmonis .: ”