Scroll untuk baca artikel
Blog

Jodoh Aqila – Cerpen Evita Erasari

Redaksi
×

Jodoh Aqila – Cerpen Evita Erasari

Sebarkan artikel ini

SEPERTI biasa, sepulang dari kantor Aqila menemani ayahnya duduk duduk di teras rumah mereka. Kadang bersama adik adiknya, kadang hanya mereka berdua. Rumah besar berdinding cat warna putih itu terasa lenggang. Rumah tersebut hanya dihuni oleh Aqila, ayah, dan dua adiknya. Juga ada seorang pembantu yang selalu setia menyediakan keperluan keluarga.

Mama Aqila sudah lama meninggal, saat Aqila berumur 10 tahun. Dan adik perempuannya, Ayla masih berusia 8 tahun, sedangkan Gilang adiknya yang laki laki berumur 5 tahun. Mamanya dahulu menderita sakit kanker otak. Berbagai upaya pengobatan sudah dilakukan. Namun memang rahasia usia tidak pernah ada yang tahu. Mama Aqila meninggal dunia di usia yang masih relatif muda yaitu 30 tahun.

Sejak saat itu ayah mereka yang mengurus Aqila dan dua adiknya. Ayah tidak pernah mau menikah lagi sampai sekarang. Kesetiaannya pada mama membuat Aqila terkagum. Sehingga ia selalu ingin membahagiakan ayahnya. Sebagai bakti pada orangtua yang telah mendedikasikan hidup sepenuhnya untuk anak anaknya.

Ia meladeni ayahnya dengan baik, dan berusaha tidak mengecewakannya. Apalagi sudah 3 tahun ini ayahnya menderita sakit stroke. Sehari hari hanya bisa duduk di atas kursi roda. Praktis beliau tidak bisa kemana mana, juga tidak bisa mengurus kebun tehnya di Medini. Ayah berharap Aqila sebagai anak pertama yang mengurus, karena kedua adiknya masih kuliah semua.

“Aqila… ” sapa ayah sore itu.
“Iya Yah…”
“Menikahlah… Agar engkau tak terlalu berat dengan beban pekerjaan …”
Aqila menghela napas, berat. Angin sepoi yang lewat di teras rumah terasa panas. Lehernya berkeringat. Ini adalah permintaan ayah yang kesekian kali padanya. Aqila menoleh pada ayahnya. Memandangnya lekat lekat. Ingin rasanya ia menolak permintaan ayahnya tetapi tak tahu harus bagaimana mengatakannya.

“Ayah, bukankah aku masih bisa ke Medini untuk memantau kebun teh ayah meski hanya seminggu sekali, ” kata Aqila.
“Pekerjaan aku di kantor juga banyak Yah, belum bisa berpikir kesitu. “

Pikiran Aqila menerawang jauh. Melewati rimbun taman depan rumah. Menuju ingatan ingatan masa silam. Begitu banyak lelaki yang dahulu menyukainya. Memperebutkan cintanya. Sebagai seorang wanita Aqila memiliki segala yang diimpikan kaum pria. Kecerdasan, kecantikan, tubuh yang tinggi semampai. Kulitnya juga halus. Penampilannya chic dan energik. Berada di dekat Aqila teman temannya selalu merasa gembira. Ia seorang yang hangat dan bersahabat.

Dahulu, pernah ia memiliki seorang kekasih, Yuda namanya. Mereka teman satu sekolah di SMA. Aqila berpacaran dengan Yuda sejak kelas 1 SMA. Saat memasuki jenjang universitas Yuda berangkat ke Sidney Australia untuk kuliah disana. Bertahun tahun ia sabar menunggu Yuda. Namun bukan kabar bahagia yang diterimanya tetapi justru kabar luka. Lulus kuliah Yuda dijodohkan dengan wanita pilihan orangtuanya. Anak seorang pengusaha besar di kotaku. Dan Yuda tak sanggup menolak. Sebagai keluarga pengusaha barangkali mereka juga memiliki pertimbangan tertentu tentang pernikahan. Mungkin tidak hanya pertimbangan cinta tetapi juga strata.