Sejak saat itu Aqila menjadi dingin pada setiap lelaki yang mendekatinya. Ia masih merasa sangat kecewa. Mimpinya bersama Deo yang telah bertahun tahun ditanam dengan kesetiaan akhirnya kandas hanya karena perjodohan. Apa artinya sebuah hubungan cinta jika keputusan pernikahan menjadi milik orangtuanya?
Hari hari ia lalui dengan tidak memikirkan soal cinta lagi. Ia curahkan hatinya pada ayah dan dua orang adiknya. Juga pada pekerjaannya. Ia menjadi seorang workhaholic. Rela menghabiskan waktu hingga larut malam di kantor. Alhasil hanya dalam waktu dua tahun jabatannya naik dari supervisor menjadi Loan Manajer. Di hari Sabtu dan Minggu saat libur kantor ia manfaatkan untuk menengok perkebunan teh ayahnya di Medini Gunungpati , wilayah perbukitan di sebelah selatan kota Semarang
“Nak, cobalah buka hatimu untuk orang baru.” Perkataan ayahnya memecah lamunan Aqila. Ia memandang lekat lekat pada putri sulungnya itu, seolah tahu apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan oleh putri tercintanya.
“Pernikahan itu tidak harus berpacaran dahulu. Mengenal sembari membina rumah tangga itu lebih baik. Ayahmu dulu dengan mama juga tidak saling kenal. Tetapi ayah punya itikad baik , demikian pula mamamu. Dan kau lihat bukan? Kami bertahan dan saling menyayangi hingga sampai saat mamamu dipanggil oleh Allah SWT,” kata ayah dengan mata berkaca-kaca.
“Tetapi Yah, aku tidak punya teman dekat.”
“Kalo kamu mau nak, ayah punya teman yang juga sedang mencarikan jodoh untuk putranya. Ayah tidak memaksa, akan ayah kenalkan hanya kalau kamu mau saja…”
Aqila mengambil kopi dari meja di sampingnya dan menyeruput hangat hangat. Berharap aroma arabica membawa ketenangan batin dan pikirannya yang lagi gundah. Sejenak tenang.
“Pernikahan itu tidak hanya untuk cinta Nak…” ayah menyambung pembicaraan.
“Tetapi juga untuk sebuah keluarga, dimana engkau punya tempat pulang dari kerja, dan bercengkerama dengan anak anak…”
“Suatu saat adik adikmu akan menikah. Mereka akan memiliki kehidupannya sendiri sendiri. Ayah suatu saat juga akan meninggalkan dunia ini. Dan… usiamu akan terus bertambah Nak …”
Aqila masih terdiam. Jujur dalam hati ia mengakui kebenaran semua perkataan ayahnya. Benar bahwa menikah tidak hanya butuh cinta. Karena yang punya cinta pun belum tentu menikah. Dan yang menikah tanpa cinta banyak yang justru menemukan cinta sejati dalam kehidupan rumah tangga mereka. Jadi seperti apa sebenarnya rumah tangga itu? Apakah yang dibutuhkan? Pengorbanan? Pengertian? Keikhlasan? Bukankah semua itu bisa ditumbuhkan? Bisa dirawat dan dibina?