Ambil contoh, dalam partai politik yang beririsan secara langsung dengan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif bahkan pada TNI dan Polri, mulai menyeruak adanya kontradiksi dari relasi Jokowi dan Prabowo. Pertemuan yang berlangsung pada 7 April 2025 antara Prabowo dan Megawati, tidak berselang-lama diikuti dengan pertemuan Jokowi dan beberapa menteri di saat Prabowo mengadakan lawatan ke Turki dan beberapa negara timur tengah pada 9-15 April 2025.
Kemudian dalam waktu yang bersamaan pada 17 April 2025 ada peristiwa Jokowi memberi arahan pada peserta Sespimem Polri di kediamannya Solo Jawa Tengah dan silaturahmi purnawiran prajurit TNI dengan tokoh masyarakat yang secara eksplisit memberikan dukungan kepada kepemimpinan Prabowo dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi rakyat, negara dan bangsa Indonesia.
Semakin kentara, ada disharmoni antara Jokowi dan Prabowo. Keduanya mulai berjarak dalam eksistensi dan posisioning maing-masing, baik dalam membangun hubungan dan pengaruhnya terhadap kekuasan oligarki maupun kekuatan politik pemerintahan.
Jokowi yang dianggap masih punya kendali terhadap beberapa menteri yang notabene menjadi pembantu prabowo dalam pemerintahannya seperti Luhut Panjaitan, Pratikto, Budi Arie, Bahlil Lahaladia, Budi Gunawan Sadikin dll. Terus melakukan manuver yang terkesan memperlihatkan adanya matahari kembar dalam pemerintahan Prabowo.
Sebaliknya Prabowo juga secara “smooth” mulai mengambil kebijakan-kebijakan publik yang memutus mata rantai produk-produk politik Jokowi semasa menjabat presiden.
Jokowi yang masih ingin berkiprah dalam urusan dan tata-kelola penyelenggaraan negara, memiliki loyalis dari unsur Polri seperti Tito Karnavian yang menjabat mendagri dan Sigit Sulistiyo yang berstatus Kapolri.
Pada saatnya Jokowi akan berhadapan dengan kepemimpinan Prabowo sebagai seorang purnawirawan jenderal TNI yang menjabat presiden.
Terutama dalam semua pengambilan kebijakan politik, akankah persinggungan Jokowi seorang mantan presiden dari kalangan sipil yang didukung irisan Polri akan semakin mengerucut dengan Prabowo seorang presiden yang eksisting dengan status purna bakti serta sebagai Panglima Tinggi TNI?.
Kondisi itu jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan situasi yang agitatif dan provokatif terhadap stabilitas nasional. Rakyat akan terus tergiring pada proxy perpecahan bangsa, isu kudeta dan kemungkinan chaos dan potensi bubarnya NKRI.
Jika benar antara Jokowi dan Prabowo dalam posisi diametral dan saling berhadap-hadapan demi mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan, bagaimana nasib rakyat yang sudah terpuruk begitu dalam.